Kamis, Agustus 18, 2011

Orang Afrika Pandai Menangkap Kera, Orang Melayu Pandai Menjinakkan Gajah

Konon sejak jaman primitif purba, orang-orang di Afrika sudah pandai menangkap kera. Di pohon-pohon yang besar mereka membuat dua lubang yang satu besar dan yang lain kecil. Lubang yang besar dipakai untuk mengeruk isi pohon sehingga pohon menjadi berongga, melalui lubang yang besar pula rongga diisi dengan makanan-makanan yang disukai kera seperti pisang dlsb., kemudian lubang yang besar ini ditutup rapat dengan kayu yang lain. Lubang yang kecil dibiarkan terbuka sehingga dari lubang inilah kera dapat melihat makanan-makanan kesukaannya ada di dalam pohon, maka dijulurkannya tangannya kedalam untuk mengambil makanan. Tetapi kera-kera tidak puas hanya menjulurkan satu tangan, mereka menjulurkan dua tangannya dan berusaha memegang sebanyak mungkin makanan yang ada di dalam pohon, apa akibatnya ?.



Dua tangan kera yang penuh dengan makanan menjadi tidak bisa ditarik keluar melalui lubang yang sempit, tetapi kera tidak berpikir untuk melepaskan salah satu tangan atau mengurangi makanan yang sudah digenggamannya – maka kera-kera inipun terjebak tidak bisa lepas dari lubang sempit karena keserakahannya mengalahkan kecerdasannya yang memang sangat minim. Saat itulah manusia purba sudah dengan mudah dapat menangkap kera-kera ini.

Lain orang Afrika purba – lain pula dengan orang Melayu. Di tanah Melayu dari dahulu banyak gajah. Karena badannya yang sangat besar, gajah adalah raja hutan yang sesungguhnya. Meskipun yang mendapat sebutan raja hutan adalah harimau atau singa, gajah tetap tidak pernah tunduk dan takut pada harimau ataupun singa. Tetapi  gajah dengan mudah ditaklukkan oleh orang-orang Melayu, bagaimana caranya ?.

Awalnya memang sangat sulit menangkap gajah liar, mereka diburu beramai-ramai dengan berbagai peralatan. Begitu tertangkap mereka diikat dengan rantai-rantai besi yang sangat besar untuk bisa mengalahkan kekuatannya. Dalam kondisi terantai inilah gajah ‘didoktrinasi’ oleh manusia yang menangkapnya untuk nurut disuruh ini itu. Bila menurut disuruh melakukan sesuatu, maka gajah ini diberi kacang kesukaannya, bila menolak maka dicambuklah dia. Melaui teknik yang oleh orang modern kini disebut reward and punishment inilah gajah akhirnya tunduk pada kekuatan manusia yang jauh lebih kecil fisiknya.

Ketika gajah mulai behasil dijinakkan, maka tidak lagi diperlukan rantai yang besar untuk mengikatnya – bahkan tanpa rantai-pun gajah sudah tidak lagi melawan atau berusaha memerdekakan diri. Yang sangat menyedihkan lagi bagi masyarakat gajah, ketika mereka beranak pinak – anak-anak mereka-pun sudah tidak berani berontak terhadap manusia yang menguasainya. Mereka menjadi penurut untuk berbuat apa saja yang dikehendaki pawangnya, mereka mau berbuat apa saja meskipun tidak mengerti makna dari perbuatannya – bahkan disuruh bermain sepak bola yang hanya bisa dipahami oleh manusia-pun mereka mau lakukan !.

Ada dua pelajaran penting dari kekalahan dua jenis binatang tersebut dari kekuatan kecerdasan manusia, si kera mudah di tangkap oleh manusia karena keserakahannya lebih besar dari akalnya. Sedangkan si gajah biar badannya amat sangat kuat dibandingkan manusia, mereka akhirnya ditundukkan oleh manuia karena rasa takut-nya (takut tidak mendapatkan reward dan takut kena punishment) yang juga melebihi kemampuan akalnya.

Para mujahidin – pejuang Palestina yang sehari-hari bertempur melawan Zionis –Yahudi, mereka mungkin tidak tahu kisah balada kera dan gajah tersebut diatas. Tetapi karena mereka adalah orang-orang yang sangat intense berinteraksi dengan Al-Qur’an, mereka mendapatkan pelajarannya langsung dari petunjuk Allah tersebut.

Kelemahan yang mendasar bagi para Yahudi ini ternyata sama dengan kelemahan mendasar kera, yaitu serakah - karena mereka memang pernah dikutuk untuk menjadi kera yang hina (QS 2 : 65) dan juga kelemahan gajah yaitu badannya  saja yang gede tetapi sejatinya mereka ini penakut.

Bentuk keserakahan mereka (Yahudi ) ini di Al-Qur’an digambarkan ketika mereka sudah diberi makanan yang baik-baik yaitu Manna dan Salwa (QS 2 : 57), mereka malah masih meminta makanan yang lebih buruk yaitu sayur mayur, mentimun, kacang adas, bawang putih dan bawang merah (QS 2 : 61).

Kepengecutan Yahudi juga diabadikan di Al-Qur’an, yaitu bila mereka berperang-pun mereka hanya beraninya berperang dari balik benteng atau tembok-tembok mereka (QS 59 : 14). Konon dalam tank-tank Yahudi yang berhasil direbut oleh pejuang dari kaum Muslimin dalam serangan mereka belum lama ini, dijumpai banyak sekali pampers (itu lho celana sekaligus  tempat pipis dan buang hajat bagi bayi) – karena untuk keluar dari tank-nya ( untuk pipis dan buang hajat misalnya) – mereka-pun tidak berani !.

Karena sifat serakah yang melebihi akalnya adalah sifat kera dan Yahudi (yang memang pernah dikutuk menjadi kera dalam ayat tersebut diatas), sifat pengecut yang melebihi akalnya adalah sifat gajah – yang juga sifat Yahudi, maka manusia-manusia yang ingin merdeka –tunduk dan takutnya hanya kepada Allah semata – harus menghindari sifat serakah (tamak) dan sifat pengecut. Dua nasihat inilah (jangan tamak dan jangan takut) yang pernah disampaikan oleh tokoh pejuang dari kaum Muslimin di Palestina ketika para pejuang dakwah di Indonesia minta nasihat mereka.

Bagaimana ini aplikasinya pada diri kita ?.  Bila tangan kita terbelenggu di dalam lubang yang sempit karena begitu banyaknya yang berusaha kita genggam ( bisa berupa kredit rumah, kredit mobil,  kartu kredit, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jabatan, status sosial...dslb) yang dengan itu membuat kita tidak merdeka,  maka lepaskan-lah satu per satu genggaman tersebut – insyaAllah kita akan merdeka.

Bila ketakutan kita akan  punishment dan tidak memperoleh reward dari manusia melebihi ketakutan kita akan punishment dan reward dari Yang Memberi kita hidup, maka lawanlah rasa takut ini sedemikian rupa sehingga yang muncul ketundukan dan takut kita hanya kepada Allah semata - maka insyaAllah kita-pun akan merdeka. Amin.

Sumber : geraidinar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar