Sabtu, November 06, 2010

Merenungi Bencana Sepanjang Oktober - Pendi Supendi (detik.com)



Jakarta - Selama Bulan Oktober, bencana alam tampak tak henti menimpa negeri ini. Ketika semua
mata tertuju kepada ratusan korban banjir bandang di Wasior, Papua Barat, kita terhenyak oleh kabar meletusnya Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta. Akibatnya puluhan orang tewas dan ribuan warga mengungsi. Sejumlah ternak dan tanaman pertanian pun musnah. 

Pada saat bersamaan gelombang tsunami akibat gempa tektonik berkekuatan 7,2 SR telah meluluhlantakan pulau Mentawai. Ratusan orang dinyatakan tewas dan ratusan lainnya hilang terseret ombak tsunami. Sementara di salah satu kota terpadat di dunia, Jakarta, sebagian warga menderita akibat banjir besar tahunan.

Merapi & Keraton Mistik Jawa oleh Djoko Suud (detik.com)



Jakarta - Gunung Merapi meletus. Letusannya mengundang banyak tafsir. Di balik itu, Gunung Slamet dan Gunung Dieng di Jawa Tengah berstatus waspada. Juga Gunung Bromo dan Gunung Semeru di Jawa Timur. Tanda apakah gerangan?

Inilah kalkulasi mistik soal itu. Boleh percaya boleh tidak, tapi inilah kepercayaan sebagian masyarakat Jawa. Jika tidak percaya anggap ini bagian dari pengetahuan tentang budaya. Namun kalau percaya, begitulah nenek-moyang manusia Jawa melihat jaman ke depan melalui tanda-tanda. Dalam keyakinan Jawa, tertib jagat sangat penting. Itu dalil aksioma. Alam dan manusia ciptaanNya, dan satu serta yang lain tidak boleh mengganggu, gangguan bersifat destruktif. Sebab jika satu terganggu yang lain krodit. Dan kroditisitas itu bersifat cakramanggilingan. Berlaku asas roda pedati yang berputar. Pengganggu akan terganggu dan kena ganggu.

Politik Para Demit (Makhluk Halus) - Djoko Suud (detik.com)



Jakarta - Gunung Merapi masih terus memuntahkan isi perutnya. Prahara itu mengobrak-abrik Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Di tengah itu tampil Mbah Ponimin bilang ketemu Sultan Agung, muncul awan Petruk, dan Dr Surono ahli gunung mendapat 'gelar' baru Mbah Rono. Inilah politik para demit yang tidak enak dinalar tapi asyik didengar.

Mumpung gunung mistis itu masih bergolak, rasanya menarik untuk memasuki batin orang Jawa. Insan berperadaban lama, pengamal euphemisme, dan pemberi makna tiap kejadian dan benda. Pengayaan itu membuat banyak orang tidak paham. Padahal jika ranah ini dibawa ke Islam, maka mirip garis besar 'Ihya Ulumuddin' gagasan Al Ghazali. Syariat itu wadag. Ma'rifat itu jiwa.