Rabu, Agustus 17, 2011

Kisah Nabi Ibrahim 'alaihi sallam

Nabi Ibrahim 'alaihi sallam diangkat menjadi nabi sekitar pada tahun 1900 SM, beliau diutus untuk kaum Kaldun yang terletak di kota Ur (sekarang Iraq). Beliau merupakan salah satu dari lima nabi yang termasuk dalam golongan Ulul 'Azmi. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan gelar kepada beliau, "Khalil Allah" yang artinya Sahabat Allah.

Silsilah Nabi Ibrahim 'alaihi sallam
Nabi Ibrahim 'alaihi sallam merupakan keturunan Syam bin Nuh. Silsilah lengkapnya yaitu: Ibrahim bin Aazar bin Tahur bin Sarush bin Ra'uf bin Falish bin Tabir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Syam bin Nuh 'alaihi sallam. Beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A'ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan Babylonia pada tahun 2.295 SM. Pada masa itu, Babylon termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat hidup senang. Akan tetapi, kebutuhan rohani mereka masih berada di tingkat Jahiliyah. Mereka menyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.

Raja Namrudz bin Kaan'an menjalankan tampuk pemerintahannya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim 'alaihi sallam dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung.


Karena Raja Namrudz mendapat pertanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan di negerinya dan bayi ini akan tumbuh dan merampas tahtanya. Diantara sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja Namrudz mati dengan cara yang dahsyat. Oleh sebab itu, Raja Namrudz telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di negerinya harus dibunuh, manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun.


Walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia merasa

seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sadar sekiranya diketahui Raja Namrudz yang dzalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh.

Dalam ketakutan, ibu Nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang dekat rumahnya. Setelah itu, dia memasuki batu-batu kecil ke dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya sendirian. Seminggu kemudian, dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat Nabi Ibrahim masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang mengeluarkan susu dan makanan lain yang berkhasiat. Sewaktu berusia 15 bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti anak berusia dua tahun. Maka ibu bapaknya berani membawanya pulang ke rumah mereka.

Masa remaja

Semasa remajanya Nabi Ibrahim 'alaihi sallam sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya, beliau tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek beliau menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini?"

Mencari Tuhan yang Sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim 'alaihi sallam, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting.


Sewaktu kecil Nabi Ibrahim 'alaihi sallam sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu beliau berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.


Dalam Al-Qur'an diceritakan:
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar." Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. Al-An'am: 76-79).

Inilah daya logika yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada beliau dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima Tuhan yang sebenarnya.

Melihat Tanda Kekuasaan Allah
Nabi Ibrahim 'alaihi sallam yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana DIA menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)." Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 260).

Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana DIA menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata "Kun Fayakun", maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.

Berda'wah Kepada Ayah Kandungnya
Ketika beranjak dewasa, Nabi Ibrahim 'alaihi sallam sudah mulai berda'wah kepada masyarakatnya untuk meninggalkan kebiasaan menyembah berhala. Yang pertama, beliau mengajak ayahnya ke jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan.Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan." (QS. Maryam: 42-45).


Pada ayat di atas, kata "yaa abati" dalam bahasa Arab digunakan lilmulathafah yaitu panggilan yang mengesankan rasa sayang dan manja. Insya Allah, jika hati orang tua masih terbuka, panggilan yang tampaknya sederhana ini akan tergugah jiwanya.


Ketika mendengar nasehat Nabi Ibrahim, ayahnya murka dan mengusir beliau.


Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam: 46).


Namun beliau menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dihadapi beliau dengan sikap tenang dan sopan selaku anak terhadap ayah.

Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo'a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo'a kepada Tuhanku." (QS. Maryam: 47-48).

Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih karena gagal mengangkat ayahnya dari lembah syirik dan kafir.

Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim 'alaihi sallam dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena beliau sebagai anak yang berbakti ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun beliau sadar bahwa hidayah itu datangnya dari Allah dan bagaimana pun beliau ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.


Penolakan ayahnya terhadap da'wahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.


Nabi Ibrahim dalam setiap kesempatan selalu mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang beliau bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.


Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mau menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun Nabi Ibrahim telah menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka dan bapak-bapak mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.


Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka berada di luar kota. Nabi Ibrahim pun diajak, tetapi beliau berpura-pura sakit dan diizinkanlah untuk tinggal di rumah.


Saat kota itu kosong, Nabi Ibrahim 'alaihi sallam menghancurkan sejumlah patung dengan menggunakan kapak. Cuma satu patung yang besar yang beliau tidak hancurkan. Dan, pada patung besar itulah kapak Nabi Ibrahim diletakkan.

Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS. Al-Anbiyaa: 58).

Alangkah kaget dan murkanya masyarakat saat pulang ke kotanya dan melihat patung sesembahannya telah hancur. Mereka sadar yang menghancurkan itu adalah Nabi Ibrahim.


Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang dzalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. Al-Anbiyaa: 59-60).


Akhirnya, Nabi Ibrahim diadili di pengadilan yang dihadiri semua masyarakat setempat. Di sinilah Nabi Ibrahim 'alaihi sallam berda'wah secara terang-terangan.

Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan." Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat
memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? (QS. Al-Anbiyaa: 61-67).


Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan da'wahnya itu, Raja Namrudz memutusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu agar membakar Nabi Ibrahim sebagai hukuman.

Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." (QS. Al-'Anbiyaa: 68).
Dibakar Hidup-hidup
Keputusan pengadilan telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan dibakar hidup-hidup. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat pun diatur. Tanah lapang untuk tempat pembakaran disediakan dan diadakan pengumpulan kayu bakar di mana tiap penduduk secara gotong-royong mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.


Kayu lalu dibakar dan terbentuklah kobaran api yang dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim dilempar dari atas bukit yang tinggi ke dalam tumpukan kayu yang menyala.


Nabi Ibrahim 'alaihi sallam tak takut menghadapi hukuman dari kaumnya itu, beliau tetap tenang dan tawakal. Lalu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya dari panasnya api yang menyala-nyala.

Kami berfirman, "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. (QS. Al-Anbiyaa: 69-70).

Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala beliau berada dalam kobaran api yang dahsyat itu, beliau merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan usai api itu berhenti menyala, keluarlah Nabi Ibrahim 'alaihi sallam dari pembakaran itu dengan tidak terluka sedikit pun, hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api. Hal ini merupakan suatu mu'jizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim 'alaihi sallam, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.


Setelah peristiwa ini, Raja Namrudz kian cemas karena rakyatnya mulai hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Mu'jizat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim 'alaihi sallam sebagai bukti nyata akan kebenaran da'wahnya telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati sebagian diantara mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan da'wahnya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang ingin menyatakan keimanannya kepada Nabi Ibrahim, namun khawatir akan mendapat ancaman dari Raja Namrudz dan para pembesarnya.


Karena melihat kesempatan berda'wah yang sangat sempit, Nabi Ibrahim 'alaihi sallam akhirnya meninggalkan tanah airnya menuju Harran, suatu daerah di Palestina. Di sini beliau menjumpai penduduk yang menyembah binatang. Penduduk di wilayah ini juga menolak da'wah beliau. Nabi Ibrahim yang saat itu telah menikah dengan Sarah kemudian berhijrah ke Mesir. Di tempat ini beliau berniaga, bertani, dan beternak. Usahanya kian lama semakin maju hingga membuat iri penduduk Mesir sampai akhirnya beliau pun kembali ke Palestina.

Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (QS. Al-Anbiyaa: 71). Yang dimaksud dengan "negeri" di sini ialah negeri Syam, termasuk di dalamnya Palestina. Tuhan memberkahi negeri itu artinya kebanyakan nabi berasal dan negeri ini dan tanahnyapun subur.

Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim 'alaihi sallam dan Sarah tak kunjung dikaruniai seorang anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya untuk menikahi Hajar, pembantu mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah Ismail yang kemudian juga menjadi seorang nabi. Ketika Nabi Ibrahim berusia 90 tahun (sebagian riwayat menjelaskan pada usia 80 tahun), datang perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala agar beliau mengkhitan dirinya, Ismail yang saat itu berusia 13 tahun, dan seluruh anggota keluarganya. Perintah ini segera dilaksanakan Nabi Ibrahim 'alaihi sallam dan kemudian menjadi hal yang disyari'atkan bagi nabi-nabi berikutnya hingga umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.


Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memerintahkan Nabi Ibrahim 'alaihi sallam untuk memperbaiki Ka'bah (Baitullah). Saat itu bangunan Ka'bah sebagai rumah suci sudah berdiri di Makkah. Bangunan ini diperbaikinya bersama Ismail 'alaihi sallam. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 127.


Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo'a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 127).


Nabi Ibrahim 'alaihi sallam adalah nenek moyang bangsa Arab dan Isra'il. Keturunannya banyak yang menjadi nabi. Dalam riwayat dikatakan bahwa usia Nabi Ibrahim mencapai 175 tahun.

Para Isteri Nabi Ibrahim 'alaihi sallam
Dalam kitab Qishashul Anbiya, disebutkan bahwa istri Ibrahim yang terkenal hanya dua, yaitu Sarah dan Hajar sementara masih ada dua lainnya yang kurang terkenal, yaitu Qanthura dan Hajun.


Anak-anak Nabi Ibrahim 'alaihi sallam yaitu: Dari Sarah lahir Ishaq 'alaihi sallam. Dari Hajar lahir Ismail 'alaihi sallam. Dari Qanthura binti Yaqthan lahir enam orang anak, yakni Madyan, Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nasyaq, dan yang keenam belum sempat diberi nama. Dan dari Hajun binti Amin lahir lima orang anak, yakni Kisan, Sauraj, Amim, Luthan dan Nafis.


Wallahu a'lam bish-shawab.


Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar