Krisis keuangan dunia memberikan peluang bagi bank-bank syariah yang berpusat di sejumlah negara-negara teluk.
Tidak seperti bank-bank Barat, bank Islam hanya sedikit terpengaruh oleh gelombang krisis keuangan dan para ahli meyakini bahwa hal tersebut karena hukum perbankan syariah memang benar-benar didasarkan pada kitab suci umat Islam, Al-Quran, yang merupakan firman Allah.
Bank syariah juga tidak mengenal pinjaman antar bank karena dana yang mereka kelola adalah dana deposit mereka sendiri, bank syariah juga tidak mau berurusan dengan obligasi hutang yang berisiko. Lebih lanjut lagi, hukum Islam melarang adanya bunga dan menganjurkan sistem bagi hasil, yang berarti bahwa segala macam investasi, baik hasilnya untung atau rugi, akan dibagi rata antara pihak bank dan kliennya.
Fakta bahwa bank-bank Islam hanya mengalami efek minimum dari krisis global membuat bank Islam lebih menarik dimata para investor, khususnya yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang terus mengawasi nilai investasi mereka ditengah tersungkurnya bank-bank umum, menurut sebuah laporan baru, yang diberi nama perkembangan keuangan Islam di GC, dari London School bidang Ekonomi dan pengetahuan politik (LSE).
"Ada banyak pertanyaan yang timbul mengenai nilai-nilai dalam sistem keuangan konvesional, dan sebagai alternatif, bank-bank syariah akan lebih dilirik, khususnya karena alasan berdirinya bank Islam adalah karena perlunya moralitas dalam transaksi keuangan, berdasarkan tuntunan agama," kata penulis laporan tersebut, profesor Rodney Wilson, yang menulis laporan untuk program pengembangan, pemerintahan dan globalisasi di negara-negara teluk.
Tuntutan dari umat Muslim dunia yang berjumlah 1,3 miliar orang untuk cara investasi yang sesuai dengan keyakinan mereka berarti bahwa aset-aset yang sesuai dengan hukum Islam berkisar antara $700 juta hingga $1 triliun, dengan sejumlah perkiraan yang menyebutkan bahwa aset-aset tersebut tumbuh hingga mencapai $1,6 triliun pada akhir 2012.
Nilai dari aset-aset yang sesuai dengan tuntunan syariah di GCC, yang anggotanya termasuk Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, diperkirakan berjumlah lebih dari $262 miliar.
"Meningkatnya minat dunia internasional terhadap sistem keuangan Islam telah dicatat di GCC, dan hal ini akan mendorong penerimaan terhadap pemerintah setempat dan klien bank, karena bank Islam berhasil melalui krisis dan tidak ada yang memerlukan bantuan dana talangan dari pemerintah," kata Wilson.
Wilson mengatakan bahwa GCC ada dijantung dunia Muslim membuat kawasan terdsebut menjadi pusat strategis yang dapat menghubungkan sistem perbankan Islam dengan Eropa, Asia dan Afrika dan berpendapat bahwa penyebaran cabang bank Islam GCC merupakan indikasi bahwa hal tersebut tengah terjadi.
Lebih lanjut lagi, pemulihan ekonomi global kemungkinan akan menguntungkan GCC karena harga minyak dan gas kembali naik, sehingga dana segar akan masuk kepada perbankan syariah untuk melakukan ekspansi yang lebih luas lagi.
Selain menjadi pendukung perbankan Islam hingga sekarang, Arab Saudi bisa saja menjadi pemimpin global dalam industri keuangan islam di seluruh dunia jika Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) dan otoritas pasar modal bergerak lebih proaktif dalam mempromosikan industri syariah.
Namun demikian, perbedaan-perbedaan regulasi dan harmonisasi antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya, hanyalah segelintir penghalang utama dari sistem perbankan Islam untuk tumbuh berkembang melintasi batas negara, utamanya negara-negara Eropa yang memiliki komunitas umat Muslim dalam jumlah besar.
Disaat industri tersebut melebarkan sayap ke negara-negara non-Muslim atau negara sekuler, kebutuhan untuk memberikan pengetahuan mengenai sektor perbankan syariah menjadi kian meningkat.
Ketika sudah ada pertanda bahwa penghalang budaya tidak akan menjadi masalah, minggu ini sebuah program pelatihan yang berbasis di London diluncurkan oleh walikota London, Ian Luder, untuk memungkinkan cabang bank eropa untuk lebih menyesuaikan diri terhadap persyarakat sistem keuangan Islam.
"Meski tengah diterpa gelombang krisis keuangan, sistem keuangan Islam terus tumbuh pesat sebagai sistem perbankan alternatif bagi kaum Muslim dan juga non-Muslim. (Sistem syariah) akan menjadi komponen penting bagi infrastruktur keuangan global yang baru," kata Luder.
Program tersebut, yang akan dijalankan oleh pusat perbankan Islam Inggris, dijalankan untuk memberikan pelatihan dan penelitian untuk organisasi pemerintahan dan swasta seperti perusahaan asuransi, bank, bisnis non-keuangan, dan instiutsi-institusi akademik.
"Sektor keuangan Islam berkembang dalam tingkatan yang terus meningkat, dikarenakan kuatnya prinsip-prinsip keuangan dan nilai-nilai etis, yang melarang bunga dan menganjurkan sistem berbagi risiko dan berbagi hasil antara kedua pihak," kata Akmal Hanuk, direktur pelaksana IBFC-UK.
Nilai dari aset-aset syariah di GC melebihi $262,6 miliar jika nilai aset Arab Saudi, Kuwait, UEA, Bahrain dan Qatar digabungkan. Dengan total aset syariah di seluruh dunia mencapai sekitar $640 miliar pada akhir tahun 2007, hal ini menandakan bahwa negara-negara GCC menyumbangkan 41% dari nilai keseluruhan tersebut. (dn/aby/meo) Dikutip oleh www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar