Sabtu, Juli 09, 2011

Kolaborasi Amerika Dengan Zionisme dan Israel (Gerakan Menaklukan Dunia bag.6)

“…kemudian mereka melihat orang-orang telanjang, dan sang Admiral dengan perahu bersenjata mendarat. “Terekamlah dalam catatan kapal pertemuan pertama kali Colombus dengan penduduk asli Amerika, yang kemudian dipetakan oleh Colombus dengan nama Hispaniola”

"Di atas puing-puing reruntuhan aristokrasi kaum non-Yahudi, kita akan membangun aristokrasi dari kalangan klas terdidik kita, dan atas segenap aristokrasi keuangan.
Kita telah membangun basis bagi aristokrasi yang baru ini atas dasar kekayaan yang kita kendalikan, dan atas dasar ilmu-pengetahuan yang dibimbing oleh kaum bijak kita."

('Protokol yang Pertama')
Ekspedisi Columbus ke Amerika Dibiayai Yahudi
 
Ketika delegasi Amerika Serikat dan Israel melakukan walk-out bahkan sebelum Konperensi PBB di Durban, Afrika Selatan, dilangsungkan dari tanggal 29 Agustus sampai dengan 1 September 2001 dengan thema tentang "Rasisme, Xenophobia, dan Intoleransi", maka langkah memalukan itu memperlihatkan betapa Amerika Serikat bersedia melakukan apa saja derni kepentingan Israel.

Awal hubungan orang Yahudi dengan Amerika sudah  dimulai sejak pendaratan Christoper Columbus (1451-1506) di Waiting Island, Bahama, pada tanggal 12 Oktober 1492. Tujuan perjalanan ini semula adalah untuk mencapai "kepulauan rempah-rempah" Maluku di Hindia Timur dengan mengambil rute ke arah barat yang belum pernah dijelajahi sebelumnya oleh pelaut mana pun. Semula Columbus mengajukan usul permohonan ini kepada raja Portugis, tetapi permohonannya ditolak.

Christoper Colombus
Adalah suatu kebetulan pada tanggal 2 Agustus 1492 lebih dari 300.000 orang Yahudi diusir dari Spanyol, dan sehari kemudian, pada tanggal 3 Agustus 1492 Columbus berlayar ke arah barat, dengan membawa beberapa orang Yahudi bersamanya. Mereka bukan berstatus sebagai pengungsi, karena impian mualim itu ialah menimbulkan simpati pada beberapa orang Yahudi yang berpengaruh jauh-jauh hari sebelumnya. Columbus sendiri menceriterakan bahwa ia banyak mempunyai sahabat orang Yahudi. Surat pertama yang ditulisnya secara sangat mendetil tentang penemuannya di Benua Baru dikirimkannya kepada seorang Yahudi. Sebenarnya pelayaran yang bersejarah itu yang berjasa menambahkan pengetahuan kemakmuran kepada manusia tentang "separuh bagian bumi lainnya yang sebelumnya tidak diketahui" telah dimungkinkan berkat orang Yahudi.

Ada tiga orang "marano" atau "Yahudi rahasia" yang kebetulan mempunyai pengaruh kuat di istana Spanyol: mereka adalah Luis de Santagel, seorang saudagar besar dari Valencia, dan juga berperan sebagai pemungut pajak bagi kerajaan; keluarganya Gabriel Sanchez, yang menjadi bendahara kerajaan, dan sahabat mereka, penasehat kerjaan Juan Cabrero. Ketiga orang ini tanpa jemu-jemunya mengingatkan Ratu Isabella betapa kekayaan kerajaan kian hari kian susut, dan kemungkinan Columbus akan menemukan "pulau emas" di Hindia Timur, sehingga akhimya Sri Ratu bersedia menawarkan perhiasan-perhiasannya untuk digadaikan sebagai dana bagi pelayaran itu. Tetapi Santagel membujuk Sri Ratu untuk menberikan izin membayar panjar biaya pelayaran itu, yang jumlahnya sekitar 17.000 dukat, pada waktu itu sarna dengan 5.000 poundsterling, atau 40.000 poundsterling nilai uang masa kini.

Ikut dalam rombongan ekspedisi itu paling tidak lima orang "marano". Mereka adalah Luis de Torres, sebagai penterjemah; Alonzo de la Calle dan Gabriel de Sanchez, Marco, seorang ahli bedah; dan Bernal, scorang dokter umum, untuk melayani pelayaran tersebut. Ekspedisi pclayaran ini terdiri dari tiga kapal-layar, kapal Santa Maria sebagai kapal-bendera, diikuti lagi oleh dua kapal, yakni Nina dan Pinta, yang berangkat meninggalkan pantai Spanyol pada tangga13 Agustus 1492.

Ekspedisi Columbus berlayar ke arah barat-daya Spanyol menuju kepulauan Kanari, kemudian dari sana haluan diarahkan ke barat. Setelah menjalani pelayaran selama dua bulan sembilan hari ekspedisi itu "menemukan" Waiting Island di Bahama pada tanggal 12 Oktober 1492. Pelayaran diteruskan dan setelah menemukan pulau Kuba dan Hispaniola, ekspedisi ini kembali ke Spanyol. Sekembalinya di Spanyol Columbus dianugerahi pangkat laksamana dan dikaruniai jabatan sebagai gubemur atas pulau-pulau yang ditemukan dan yang akan ditemukan.

Columbus melakukan tiga kali lagi ekspedisi pelayaran ke "Benua Baru". Setahun kemudian pada bulan Oktober 1493 ia berlayar meninggalkan Spanyol, kali ini dengan 17 buah kapal, dengan rencana membangun tempat-tempat perdagangan dan koloni, dengan membawa serta beratus-ratus kolonis, termasuk di antara mereka para "marano". Ia membangun koloni pertama di pulau Hispaniolia, dan menemukan lagi pulau-pulau Puerto Rico, Jamaika, kepulauan Virgin dan Antilla. Dalam pelayarannya yang ketiga pada tahun 1498 mendarat di benua Amerika dan menemukan Trinidad.

Sahabat lama Columbus, Luis de Santagel dan Gabriel de Sanchez mendapatkan hak-hak istimewa yang banyak untuk jasa-jasa mereka sehubungan dengan ekspedisi itu, namun Columbus sendiri dikhianati oleh Bernal sang dokter, yang menghasut pemberontakan melawannya. Ia kembali ke Spanyol dan digantikan oleh Fransisco de Bobadilla sebagai gubernur untuk seluruh daerah yang baru ditemukan. Bahkan nama benua baru yang ditemukannya tidak diberi nama menurut namanya, tetapi diberi nama Amerika, nama seorang ' mualim Italia, Amerigo Vespucci (1454-1512). Dengan dua kali pelayaran (1499-1500 dan 1501-1512) menyusuri pantai Amerika Selatan, Amerigo Vespucci berkesimpulan yang ditemukan sama-sekali bukan benua atau bagian dari Asia. Nama “Amerika” pertama kali muncul di peta pada tahun 1507. Christoper Colombus sendiri meninggal dalam keadaan miskin dan terhina pada 1506.

Sejak dari awal orang Yahudi memandang Amerika sebagai lahan yang subur, dan arus migrasi orang Yahudi berlangsung dengan sangat deras ke Amerika Selatan, terutama ke Brazil. Luis de Torres, menetrap di Kuba dan disana ia mengusahakan perkebunan tembakau. Luis de Torres menjadi "Bapak Tembakau" yang memperkenalkan komoditas baru ini ke Eropa, dan mendapatkan keuntungan yang besar dari pedagangan itu. Tetapi karena adanya peperangan antara orang Portugis di Brazil dengan Belanda, orang Yahudi di Brazil merasa tidak aman dan terpaksa berpindah menuju koloni yang didirikan Belanda di Amerika Utara yang dinamai Nieuw Amsterdam.


Koloni Yahudi di Amerika
Koloni Belanda Nieuw Amsterdam (1624) berkembang jauh lebih maju daripada Kuba atau Brazil. Hubungan perdagangan Eropa dengan koloni Belanda ini berkembang pesat terutama ketika di bawah pemerintahan gubemur Pieter Stuyvesant. Peperangan yang melanda Brazil, dan kenyataan bahwa Nieuw Amterdam lebih menjanjikan, makin memperkuat tekad para "marano" untuk memindahkan pusat perdagangan mereka dari Amerika Selatan ke Nieuw Amsterdam.

Gubernur Pieter Stuyvesant tidak terlalu suka dengan kedatangan orang-orang Yahudi ke Nieuw Amsterdam, dan memerintahkan mereka meninggalkan koloni tersebut. Tetapi orang-orang Yahudi itu ternyata telah mengantisipasinya untuk menjamin mereka dapat tinggal menetap meski tidak diterima dengan senanghati. Entah apa yang mereka lakukan, Dewan Direktur Nieuw Amsterdam meralat perintah gubemur Pieter Stuyvesant, dan para Direktur itu memberikan salah satu alasan dari keputusan mereka menerima orang-orang Yahudi itu ialah "besarnya kapital yang telah diinvestasikan oleh mereka kepada Kompeni".

Namun, gubemur Stuyvesant tetap mengeluarkan berbagai peraturan, antara lain melarang orang Yahudi menjabat sebagai ambtenaar dan membuka bedrijf di bidang bisnis ritel di koloni Belanda tersebut. Para pedagang Yahudi itu tidak kehabisan akal. Mereka membuka perdagangan impor komoditas tertentu melalui koneksi mereka dengan para saudagar Yahudi di Eropa. Ketika hal itu juga dilarang juga oleh gubernur Stuyvesant, para pedagang Yahudi yang cerdik itu mengalihkan usaha mereka dengan berdagang pakaian karena tidak seorang pun saudagar yang cukup terhorrnat bersedia memperdagangkan barang-bekas. Bisnis pakaian-bekas laku keras terutama di kalangan migran Eropa yang pada umumnya masih hidup dalam kemiskinan. Adalah masyarakat Yahudi yang pertama kali menjadikan pakaian-bekas sebagai komoditas perdagangan di dunia. Bisnis itu di kemudian hari mereka kembangkan ke industri pakaian murahan, yang kini lebih dikenal dengan jenis pakaian ‘jeans’ dan 'denim' yang semula terbuat dari bahan kain layar (terpal) yang murah, kuat, serta tahan lama, yang terutama cocok bagi para pekerja di daerah pedalaman Amerika Serikat. Salah satu nama yang kesohor hingga sekarang adalah jean dari Strauss Levi.

Orang Yahudi adalah pedagang pertama di dunia yang memperdagangkan apa saja dari barang-bekas; mereka adalah kaum pemulung pertama di dunia; mereka membangun kekayaan mereka dari remah-remah peradaban. Mereka mengajarkan bagaimana memanfaatkan permadani tua, bagaimana membersihkan bulu-burung yang sudah lusuh, dan bagaimana memanfaatkan kulit kelinci murahan menjadi pakaian bulu yang menjadi tampak mahal. Mereka memiliki selera tinggi berdagang bahan dari bulu-buluan, yang kini menjadi keahlian khas mereka. Hal itu karena dibantu kenyataan adanya berbagai jenis bulu binatang, yang oleh mereka diberi berbagai nama- nama yang eksotik seolah-olah terbuat dari bulu binatang berkualitas tinggi. Tanpa sadar gubernur Stuyvesant telah membukakan pintu kepada orang Yahudi menjadikan Nieuw Amsterdam sebagai bandar perdagangan utama bagi Amerika.

Empat-puluh tanun kemudian koloni itu direbut oleh Inggeris pada tahun 1664, dan namanya diganti dengan nama baru New York, sebagai penghormatan kepada Duke of York (kemudian menjadi raja James II). New York menjadi tujuan imigrasi orang Yahudi ke Amerika Serikat sampai sekarang. Ketika terjadi Revolusi Amerika (1775-1783) masyarakat Yahudi yang bermukim di New York pindah berbondong-bondong ke Philadelphia. Setelah Revolusi Amerika berakhir orang-orang Yahudi itu balik kembali ke New York dan menjadikannya sebagai negara bagian dengan konsentrasi terbesar masarakat Yahudi di Amerika Serikat sampai saat ini. Orang-orang Yahudi menyebut kota New York sebagai "New Jerusalem" dan Pegunungan Rocky oleh mereka diberi nama yang bernuansa agama “Gunung Zion". Amerika oleh kaum Yahudi dipandang sebagai “Tanah yang Dijanjikan" yang sesungguhnya. Tidak mengherankan bila perkembangan komunitas Yahudi di Amerika Serikat melalui New York sangat pesat. Keberhasilan kaum Yahudi di Amerika Serikat dalam perdagangan, terutama di bidang pinjam-meminjamkan uang, sangat besar.

Pada tahun 1776 ketika masih berlangsung revolusi Amerika, jumlah merekaditaksir tidak lebih dari 4.000 jiwa. Lima puluh tahun kemudian, pada tahun 1826, angka itu membengkak menjadi delapan kali lipat, kira-kira 3.300.000 jiwa. Kaum Yahudi sudah terlibat dalam kehidupan politik sejak Perang Kemerdekaan Amerika melawan Inggris. Mereka memberikan dukungan berupa pinjaman dana untuk perang kepada Tentara Kontinental di bawah jenderal George Washington, sementara pada waktu yang bersamaan keluarga Rothschilds London membantu berupa pinjaman pula kepada kerajaan Inggris, Keadaan itu bukannya tidak diketahui oleh para pemimpin Amerika Serikat setelah usai perang.

Migrasi Besar-besaran Orang Yahudi ke Amerika Serikat
Sebagai akibat adanya 'pogrom' di Rusia, dan sikap anti-Semitisme yang luas di negara-negara Eropa Timur pada akhir abad ke-19, terjadi migrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin, dan Australia. Pada tahun 1880 jumlah migran Yahudi ke Amerika Serikat mencapai 250.000 jiwa. Pada akhir PD I angka itu membengkak menjadi 4,0 juta jiwa (Abram Leon Sachar, 'History of the Jews', Alfred Knopf, New York, 1974, h.398). Perubahan jumlah populasi orang Yahudi yang massif itu, persoalan gelombang migrasi orang Yahudi ke Amerika Serikat, menjadi bahan obrolan di resepsi-resepsi bahkan sampai ke Gedung Putih. Presiden Wilson, isteri, dan pembantu presiden kolonel Edward M. House berspekulasi pada tahun 1918 tentang jumlah orang Yahudi yang ada di dunia. Kolonel House mengira-ngira paling tidak ada 15 juta orang Yahudi, Ny.Wilson 50 juta, dan Presiden Wilson 100 juta. Angka sebenarnya adalah 11 juta jiwa1. Banjir migrasi secara langsung menguntungkan perkembangan Zionisme, yang secara kebetulan didukung oleh Inggeris dan Amerika-Serikat.

Kaum Yahudi Menguasai Bisnis dan Industri

Untuk menyusun daftar bisnis yang dikuasai oleh orang Yahudi di Amerika Serikat akan menyentuh sebagian besar dari industri vital di negeri itu. Bisnis bidang teater mutlak telah menjadi bisnis orang Yahudi, produksi teater, penulisan naskah ceritera, operasi teater semuanya ada di dalam genggaman orang Yahudi. Berdasarkan fakta hampir semua produk teater dewasa ini dapat dideteksi sebagai propaganda bagi kaum Yahudi dan Israel, kadangkala berupa iklan yang gemerlapan, kadangkala pula berupa pesan politik tanpa tedeng aling-aling.

Industri perfilman, industri gula, industri rokok dan produk tembakau - lima-puluh persen dan mungkin lebih, pada industri pengepakan daging olahan - lebih dari enampuluh persen, pada industri alas-kaki bagian terbesar dari bisnis musik, permata dan perhiasan, gandum dan produk pertanian lainnya, kapas, minyak dan gas bumi, industri besi-baja, media-massa cetak, kantor berita, bisnis minuman keras, sekedar menyebut "beberapa" industri yang sayapnya menyapu usaha bisnis di dalam maupun di luar-pantai Amerika, semuanya ada di bawah kekuasaan modal Yahudi, baik secara berdiri-sendiri maupun berpatungan dengan usaha bisnis orang Yahudi di luar Amerika Serikat

Rakyat Amerika akan ternganga bila mereka mengetahui barisan “pebisnis Amerika" yang memegang prestise komersial dengan label Amerika di luar-negeri, Mereka umumnya orang Yahudi. Kiranya hal ini memberikan sedikit pemahaman tentang "peri1aku pebisnis Amerika" di sebagian besar dunia. Tatkala yang menjalankan bisnis atas-nama "Amerika", tetapi tidak menjalankannya sesuai dengan hukum setempat yang berlaku, tidaklah mengherankan bila ada orang-orang Amerika yang tidak mengakuinya seperti yang muncul apa adanya dalam pemberitaan pers. Jika karena hal itu reputasi bisnis Amerika tercemar, hal itu bisa saja terjadi, karena sesuatu yang tidak sesuai dengan etika dan metoda bisnis Amerika telah dipergunakan dengan menggunakan label Amerika.

Perihal suksesnya kemakmuran orang Yahudi di Amerika Serikat sudah menjadi sesuatu yang lumrah, tetapi kemakmuran yang merupakan hasil dari kemampuan melihat jauh ke depan dan bagaimana mengeterapkannya, hal itu tidak boleh dikacaukan dengan penguasaan. Adalah tidak mungkin bagi orang non-Yahudi dalam situasi yang sarna mencapai penguasaan bisnis itu yang telah lama dimenangkan oleh orang Yahudi. Di samping itu ada kekurangan pada orang non-Yahudi, yaitu tidak memiliki kualitas tertentu dalam kerja-sama, persekongkolan, dan keeratan hubungan berdasarkan ras, yang menjadi ciri khas dari kaum Yahudi. Bagi seorang non-Yahudi, orang lain yang non-Yahudi baginya tidak bermakna apa-apa; bagi seorang Yahudi, tetangganya yang juga Yahudi mempunyai arti yang luar biasa.

Rencana pemodal Yahudi internasional untuk memindahkan pasar-uang mereka ke Amerika Serikat merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki oleh rakyat Amerika. Orang Amerika telah belajar dari sejarah apa yang bakal terjadi bilamana hal itu terlaksana. Hal itu telah menjadi pelajaran di Spanyol, Venesia, Jerman, atau Inggris yang dipersalahkan atau menjadi bulan-bulanan kecurigaan dunia akibat ulah dari pemodal Yahudi. Berdasarkan pertimbangan tadi sebagian besar dari sikap permusuhan terhadap Amerika Serikat dan Barat pada umumnya yang ada dewasa ini muncul karena ketidak-senangan orang terhadap apa yang dilakukan oleh kekuasaan keuangan kaum Yahudi di bawah kamuflase atas-nama "kepentingan nasional”.

"Orang Inggris yang melakukan hal ini". "Orang Jerman yang' melakukan hal ini", padahal sebenarnya masyarakat Yahudi internasional yang menjadi biang-kerok-nya. Negara-negara tidak lain dalam kenyataannya hanyalah bidak pada papan catur orang Yahudi, Hampir semua negara Barat sekarang ini memandang dunia melalui mata- Yahudi. Di seluruh dunia orang jarang menemukan juru-bicara untuk kepentingan Amerika yang bukan orang Yahudi. Amerika kini bahkan dipandang identik dengan Yahudi dan Israel.

Konspirasi Yahudi di Amerika
Bertahun-tahun di Amerika Serikat, para bankir Yahudi menghadapi kecaman dari berbagai kalangan yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Mereka yang mencurigai peran para bankir Yahudi itu berada pada posisi-posisi yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan mengetahui dengan baik apa yang tengah berlangsung di belakang layar politik dan keuangan tingkat tinggi. Presiden Thomas Jefferson dalam salah satu debat di Senat Amerika Serikat pada tahun 1809 menyatakan,

“Saya percaya institusi perbankan itu lebih membahayakan kebebasan kita daripada bala-tentara kolonial. Kalau saja rakyat Amerika Serikat mengizinkan bank-bank swasta (milik Yahudi) menguasai perputaran mata-uang, pertama melalui politik inflasi, kemudian melalui deflasi, maka bank-bank dan korporasi yang tumbuh di sekitar banl-bank tersebut, yang mampu merebut kekayaan rakyat sedemikian rupa, sehingga ketika anak-anak mereka bangun di suatu pagi hari, mereka tidak lagi memiliki harta kekayaan dan rumah-tinggak di negeri yang dibangun oleh para Bapak-bapak pendiri negeri negeri ini. Kekuasaan bank-bank (Yahudi) yang mulai tumbuh itu harus direbut dan dikembalikan kepada rakyat, yaitu pemilik syah dari kekayaan negeri ini".

Barulah presiden Amerika Serikat Andrew Jackson yang akhirnya berhasil melunasi "hutang nasional' pinjaman perang setelah 57 tahun kemudian sampai kepada angka nol pada tahun 1832, dan mengutuk para bankir Yahudi yang disebutnya tidak lebih daripada “segerombolan serigala" yang harus dikikis habis dari rajutan ekonomi dan kehidupan masyarakat Amerika. Jackson mengatakan, kalau saja rakyat Amerika memaharni bagaimana para serigala ini beroperasi di pentas keuangan Amerika "niscaya akan ada revolusi rakyat sebelum fajar menyingsing".

Anggota Konggres Louis T. McFadden yang duduk sebagai ketua Komisi Perbankan dan Keuangan Senat Amerika Serikat selama lebih dari sepuluh tahun menyatakan para bankir Yahudi merupakan "gerombolan penyamun yang mau memotong leher orang hanya sekedar untuk memperoleh satu dolar dari kantong korbannya..... Mereka mengendap-endap mengintai rakyat Amerika".

John F.Hylan, walikota New York, berucap pada tahun 1911 bahwa, "ancaman sesungguhnya terhadap republik kita adalah pemerintahan siluman, yang laksana seekor gurita raksasa membelitkan belalainya yang ficin terhadap kota-kota, negara-negara bagian, dan bangsa kita. Pada bagian kepalanya bercokol keluarga-keluarga para bankir yang biasanya disebut dengan nama keren 'bankir internasional”.

Bagaimana masyarakat Yahudi yang semula begitu dicurigai bahkan dibenci di Amerika Serikat, dewasa ini justeru mempunyai pengaruh yang sedemikian besamya nyaris dalam semua perumusan kebijakan nasional Amerika ? Bagaimana sesungguhnya hal itu dapat terjadi ?

Meskipun dikecam dan tidak disukai, pengaruh kaum Yahudi dalam kehidupan masyarakat di Amerika Serikat tidaklah kecil. Ketika terjadi perang dengan Inggris pada tahun 1812 seorang karikaturis Amerika, Thomas Nast, untuk pertama kali menampilkan gambar karikatur tokoh Paman Sam, seseorang dengan profil, pakaian, dan tutup-kepala khas Yahudi, yang diangkatnya dari tokoh Samuel Wilson (1766-1854), yang pada waktu itu menjabat sebagai inspektur perbekalan perang. Paman Sam bukan hanya diambil dari nama Samuel Wilson tetapi juga terkait dengan nama nabi kaum Yahudi di dalam Kitab Perjanjian Lama, seperti pada Kitab Samuel I dan Samuel II, juga dapat ditemukan pada Kitab Raja-Raja I dan II, dimana terdapat nama Samuel, Saul, David, dan Solomon. Bahkan lambang mata uang dolar - $ - oleh para pedagang uang Yahudi pada waktu itu diambil dari huruf-awal S yang ada pada nama Haykal Solomon (Solomon Temple), yang berlaku hingga hari ini.

"Masalah Yahudi" ada dimana pun orang Yahudi muncul, begitu ucap Theodore Herzl, karena menurutnya masalah itu memang ikut bersama mereka. Masalah itu muncul bukan karena jumlah orang Yahudi, karena di dalam setiap negeri selalu ada penduduk keturunan asing yang jumlahnya kadangkala justeru lebih besar daripada orang Yahudi. Masalah itu bukan karena kemampuan mereka sering diperbincangkan. Menurut Theodore Herzl, penyebab masalah itu perlu dipahami. Berikan kepada orang Yahudi kedudukan yang sama, dan paksa ia untuk taat kepada kaidah-kaidah yang berlaku, ia tidak akan menjadi lebih cerdik daripada orang lain; sebenarnya salah satu kualitas yang melekat pada orang Yahudi adalah semnangat kerjanya

“Masalah Yahudi" di Amerika misalnya tidak terletak pada jumlah orang Yahudi di negeri itu, bukan juga pada rasa iri terhadap kemajuan orang Yahudi. Masalah itu muncul berkenaan dengan pengaruh yang begitu besar dari orang Yahudi terhadap negara tersebut; di Amerika Serikat masalahnya adalah 'pengaruh Yahudi terhadap kehidupan Amerika'

Masyarakat Yahudi memiliki dan memanfaatkan pengaruhnya, mereka sendiri menyatakan demikian. Menurut klaim orang Yahudi, sebenarnya fundamental Amerika Serikat adalah agama dan budaya Yahudi, dan bukannya Kristen, dan sejarah negara tersebut seharusnya ditulis ulang dalam rangka memberikan pengakuan terhadap jasa-jasa kaum Yahudi. Kalau masalahnya hanya pada pengaruh, memang itu tidak dapat disangkal; tetapi mereka mengklaim seluruhnya - meski kenyataannya tidak seperti itu. Orang Yahudi bersikeras bahwa merekalah yang "memberikan Injil", "memberikan pemahaman tentang Tuhan", dan bahkan "memberikan agama" kepada orang Kristen, yang dinyatakan mereka berulang-ulang dalam publikasi polemik mereka - meski tidak satu pun dari klaim itu benar.

Sebenarnya masalahnya tidak terletak pada orang Yahudi, tetapi pada idea Yahudi, sementara masyarakatnya hanya berperan sebagai wahana dari idea tersebut. Dalam penyelidikan tentang 'masalah Yahudi" di Barat pada umumnya dan di Amerika Serikat pada khususnya perbedaan antara "pengaruh" dan "idea" telah ditemukan dan telah dapat didefinisikan.

Orang Yahudi itu berbakat sebagai juru-propaganda sejak lahimya. Karena hal inilah yang menjadi missi utama mereka. Sayangnya mereka hanya mempropagandakan ajaran dari agama mereka saja.Oleh karena itu maka dalam missi ini mereka gagal. Tak seorang pun di luar masyarakat Yahudi yang menjadikan ajaran agama Yahudi sebagai teladan. Kegagalan dalam hal ini, menurut kitab suci mereka, membuat mereka gagal di mana pun. Mengapa ? Karena mereka kini menjalankan missi tanpa ridha Tuhan. Bahkan para pernimpin mereka hanya sedikit yang berani mengklaim mereka membawa missi spiritual. Tetapi missi tentang idea itu tetap masih melekat di benak mereka dalam bentuk yang telah mengalami degenerasi; idea itu kini terefleksikan pada penyembahan kepada idea materialisme; telah berubah menjadi upaya pemupukan kekayaan tanpa etika, dan bukannya membangunnya menjadi penyalur untuk amal kebajikan.

Rothschilds dan Amerika
Adalah sangat na'ive untuk menyangka suatu keluarga yang begitu ambisius, begitu cerdik, dan bemafsu monopolistik seperti keluarga Rothschilds, akan mampu menahan diri dari godaan untuk tidak melibatkan diri mereka secara mendalam di front Amerika. Menyusul penaklukan mereka atas pasar uang di Eropa pada awal dasawarsa 1800-an, keluarga Rothschilds mengalihkan ke permata yang paling berharga di mata mereka - Amerika.

Amerika Serikat merupakan negara yang unik dalam sejarah. Konstitusi mereka secara khusus dirancang untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjaga agar warga-negaranya bebas dan sejahtera. Warga-negaranya terdiri dari kaum imigran yang mengidamkan agar dapat "menghirup udara kebebasan", dan tidak mengharapkan sesuatu kecuali diberikan kesempatan untuk hidup dan bekerja dalam lingkungan yang sedemikian merangsang. Pertumbuhan ekonomi Amerika yang begitu berhasil membuat Amerika Serikat menjadi pesona seluruh jagad. Berjuta orang dari berbagai benua berimigrasi ke Amerika Serikat, tidak terkecuali orang-orang Yahudi yang memandang Amerika sebagai "Tanah yang Dijanjikan".

Para bankir Yahudi kelas kakap di Eropa - khususnya dinasti Rothschilds dan kawan-kawannya - memandang pertumbuhan Amerika Serikat dari sudut pandang yang berbeda; mereka melihat hal itu sebagai ancaman utama bagi rencana mereka di masa depan. Harian terkemuka The Times of London yang dikuasai oleh modal Yahudi menyatakan,

"Jika kebijakan keuangan yang keliru yang berasal dari Republik Amerika Utara itu (yang dimaksud ialah adanya larangan Konstitusi Amerika untuk membuka usaha pinjam-meminjamkan uang oleh swasta, karena fungsi itu merupakan fungsi inhaeren pemerintah) akan dilestarikan menjadi suatu kebijakan, maka pemerintah yang bersangkutan akan mampu menyediakan dana dari diri mereka sendiri tanpa ongkos. Dengan itu pemerintah akan mampu membayar hutang-hutangnya dan menjadi bebas hutang (kepada bank-bank Yahudi). Negara itu akan menjadi makmur, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan yang beradab di seluruh dunia. Akibatnya segenap dana dan daya seluruh dunia akan pergi ke Amerika Utara. Pemerintahan seperti itu harus dihancurkan, karena ia akan dapat meruntuhkan semua kerajaan yang ada di seluruh permukaan bumi ini. "

Keluarga Rothschilds lalu mengirimkan rayap-rayap keuangannya untuk menghancurkan Amerika Serikat, karena negeri itu akan mencapai "kesejahteraan yang belum pernah ada taranya". Bukti pertama tentang keterlibatan keluarga Rothschilds di bidang keuangan Amerika Serikat muncul pada akhir 1820-an dan awal 1830-an, tatkala melalui agen mereka Nicholas Biddie, berjuang untuk mengalahkan langkah-Iangkah Presiden Andrew Jackson untuk memotong para bankir Yahudi. Keluarga Rothschilds kalah pada ronde pertama, yaitu ketika pada tahun 1832 Presiden Jackson memveto usaha untuk mengubah charter Bank of the United States (bank yang dikuasai oleh bankir-bankir Yahudi) untuk dijadikan bank sentral Amerika Serikat. Akibatnya pada tahun 1836 bank itu dinyatakan bankrut.

Konspirasi Yahudi untuk Menghancurkan Amerika Serikat

Pada tahun-tahun sesudah Kemerdekaan Amerika suatu hubungan bisnis berkembang antara kaum aristokrat penanam kapas di Selatan dengan industri katun di Inggris. Para bankir Yahudi di Eropa memandang hubungan bisnis ini merupakan titik-mati "tumit Achilles" Amerika Serikat, titik lemah yang dapat melumpuhkan Amerika Serikat yang masih muda itu.

Buku 'The Illustrated University History', 1878, h.504, menyebutkan bahwa negara-negara bagian di Selatan kala itu penuh dengan agen-agen Inggeris. Mereka ini berkomplot dengan politisi setempat untuk merongrong kepentingan Amerika Serikat. Mereka dengan hati-hati menebar propaganda yang berakhir menjadi pemberontakan terbuka dan menyebabkan pemisahan negara-bagian Karolina Selatan pada tanggal 29 Desember 1860. Dalam tempo hanya beberapa minggu enam negara bagian lainnya menyusul memisahkan diri membentul Konfederasi Amerika dengan Jefferson Davis sebagai Presidennya.

Pasukan negara-negara bagian yang memberontak itu menghadang pasukan Federal, merebut benteng-benteng, tempat-tempat pembuatan mata-uang (logam), dan apa saja yang mereka pandang sebagai milik pemerintah Federal. Bahkan beberapa anggota kabinet Presiden James Buchanan (1791-1868), presiden Amerika Serikat ke-15 (1857-1861 ), berkomplot untuk menghancurkan kepercayaan publik dan beberusaha meruntuhkan negara ke dalam kebangkrutan. Meskipun presiden Buchanan memandang masalah perbudakan merupakan hak dasar dari negara-bagian, namun ia tetap menyatakan mengutuk pemisahan-diri itu. Ia mengizinkan pengambilan keputusan apakah perbudakan diteruskan atau dihapuskan kepada penduduk masing-masing negara bagian. Pendek kata presiden James Buchanan tidak mengambil langkah apa pun untuk mengatasi pemisahan-diri negara-negara bagian itu, bahkan ketika sebuah kapal perang Amerika Serikat ditembaki oleh baterai-baterai artileri pertahanan Karolina Selatan, Sikap dan kebijakannya itu menyebabkan pecahnya partai Demokrat dan presiden Abraham Lincoln dari partai Republik memenangkan pemilihan presiden ke-16 pada tahun 1860 dan disumpah pada tanggal 1 Maret 1961.

Segera setelah dilantik presiden Abraham Lincoln memerintahkan dilakukan blokade terhadap pelabuhan-pelabuhan di Selatan untuk memotong bekal yang mengalir dari Eropa. Tanggal "resrni" awal Perangg Saudara ditetapkan pada 12 April 1861, ketika benteng Sumter di Karolina Selatan dibombardir oleh pasukan Konfederasi, meski sebenarnya Perang Saudara itu telah dimulai jauh sebelumnya.

Pada bulan Desember 1861 sejumlah besar pasukan Eropa (Inggeris, Pcrancis dan Spanyol) diberangkatkan menuju Meksiko sebagai pelecehan terhadap Doktrin Monroe, Langkah ini dilakukan bersamaan dengan bantuan besar-besaran dari negara-negara Eropa kepada Konfederasi, yang dengan kuat menunjukkan bahwa kerajaan Iggris menantang untuk berperang. Masa depan pihak Utara dan pemerintah Federal pada waktu itu memang suram !

Pada saat-saat krisis inilah presiden Abraham Lincoln menghimbau musuh bebuyutan Inggeris - yaitu Rusia - untuk terjun memberikan pertolongan. Ketika sampul surat presiden Lincoln berisi permohonan mendesak disampaikan kepada Tsar Nicolas II, tanpa membukanya ia menyatakan, "Sebelum kita membuka sampul surat ini dan mengetahui apa isinya, kita akan memenuhi permintaan apa pun yang disampaikan di dalamnya".

Tanpa pengumuman perang, sebuah armada Rusia di bawah pimpinan Laksamana Liviski menyandar di pelabuhan New York pada tahun 24 September 1863. Di pantai barat Amerika, Armada Pasifik Rusia di bawah pimpinan Laksamana Popov tiba di San Fransisco pada tanggal 12 Oktober 1863. Dengan langkah Rusia ini, Gideon Wells, mencatat, "Mereka (Rusia) tiba tatkala pihak Konfederasi tengah menikmati pasang-naik, sementara Utara menghadapi pasang-turun. Kehadiran Rusia menyebabkan Inggris dan Perancis beradu dalaml keraguan cukup lama untuk campur tangan".2

Sejarah membuktikan ternyata keluarga Rothschilds telah membiayai kedua belah pihak selama Perang Saudara. Presiden Abraham Lincoln agak meredam kegiatan mereka, ketika pada tahun 1862 dan 1863 ia menolak membayar bunga-pinjaman yang dipandangnya sebagai pemerasan oleh keluarga Rothschilds, dan membayamya dengan surat-surat berharga pemerintah Amerika yang-bebas-bunga berdasarkan wewenang konstitusi. Untuk hal seperti ini, dan tindakan lainnya oleh Lincoln yang merugikan para bankir Yahudi, ia ditembak mati secara berdarah-dingin oleh John Wilkes Booth, seorang pemain teater, pada tanggal 14 April 1865, hanya lima hari setelah Jenderal Lee menyerah kepada Grant di kantor pengadilan negeri Appomatox, Virginia.

Cucu Booth, Izola Forrester menerangkan di dalam bukunya "This One Mad Act, bahwa pembunuh presiden Lincoln itu telah lama berhubungan dengan beberapa orang Eropa yang misterius sebelumnya, dan ia telah melakukan perjalanan paling tidak satu kali ke Eropa. Menyusul pembunuhan itu Booth dibantu dan disembunyikan oleh anggota organisasi rahasia Yahudi "Knights of the Golden Circle". Konon menurut penuturan cucu John Wilkes Booth, penulis Izola Forrester, kakeknya hidup dengan tenang sampai hari tuanya sesudah ia menghilang.

Perjuangan para Bankir Yahudi
Tanpa putus-asa sebagai akibat kegagalan awal untuk menghancurkan Amerika Serikat, para bankir Yahudi terus berusaha mencapai tujuan mereka dengan semangat yang tak kunjung padam. Antara akhir Perang Saudara tahun 1865 sampai 1914, agen-agen utama mereka di Amerika Serikat adalah Kuhn, Loeb and Company, dan J.P.Morgan Company. Sebuah sejarah singkat tentang Kuhn, Loeb, and Company, muncul dalam majalah Newsweek edisi 1 Februari 1936 :

"Abraham dan Solomon Loeb adalah pedagang serba-serbi di Lafayette, Indiana, pada 1850. Seperti biasanya di daerah-daerah yang baru dibuka, hampir semua transaksi didasarkan pada sistem kredit. Mereka tidak perlu lama untuk menyadari bahwasanya mereka sebenarnya telah berperan sebagai bankir. Pada tahun 1867 mereka mendirikan badan usaha 'Kuhn, Loeb and Company', sebuah bank berkedudukan di kota New York. Pada tahun itu juga 'Kuhn, Loeb and Company' menerima seorang imigran muda Jerman, Jacob Shiff sebagai mitra, Schiff mempunyai koneksi dengan seorang tokoh keuangan yang penting di Eropa. Sepuluh tahun sesudah itu, setelah Kuhn pensiun, Jacob Schiff diangkat menjadi kepala kantor 'Kuhn, Loeb and Company' di New York. Di bawah pimpinan Jacob Schiff, perusahaan 'itu mulai menanamkan investasimya ke sektor industri di Amerika " .

"Koneksi tokoh keuangan penting di Eropa" yang disebut-sebut tentang Jacob Schiff adalah Rothschilds melalui perwakilan mereka M.M. Warburg Company di Hamburg dan Amsterdam. Dalam tempo dua-puluh tahun, melalui koneksi dengan Warburg-Schiff, keluarga Rothschilds menyediakan modal yang dibutuhkan, yang memungkinkan John D.Rockefeller mampu memperluas kcrainolll minyaknya, Standard Oil. Jaringan koneksi Yahudi ini juga mendanai kegiatan Edward Harriman (perkereta-apian) dan Andrew Carnegie (industri baja).

Pada penghujung awal abad ke-20 keluarga Rothschilds yang tidak puas dengan kemajuan yang dicapai oleh operasi-operasinya di Amerika Serikat, memutuskan untuk mengirimkan pakar puncaknya, Paul Moritz Warburg, ke New York, untuk mengambil alih komando serangan terhadap Amerika Serikat. Pada suatu sidang dengar pendapat di US House of Representative tentang Perbankan dan Keuangan pada tahun 1907, Paul Warburg mengungkapkan bahwa ia adalah "anggota usaha bank 'Kuhn, Loeb and Company'. Saya tiba di negeri ini pada tahun 1902, lahir dan mendapatkan pendidikan dalam bisnis perbankan di Hamburg, Jerman, dan melanjutkan studi tentang perbankan di London dan Paris, dan telah bepergian keliling dunia ..." Pada akhir dasawarsa l800-an sangat jarang orang melakukan "studi di London" dan "berkeliling dunia", terkecuali kalau ia mendapat suatu missi khusus!

Pada awal1907, Jacob Schiff, bos dari Paul Warburg di 'Kuhn, Loeb, and Company', New York, dalam salah satu pidatonya di The New York Chamber of Commerce memperingatkan masyarakat keuangan dan bisnis Amerika Serikat, bahwa "Sekiranya kita tidak mempunyai suatu bank sentral tanpa wewenang kontrol yang memadai terhadap sumber-sumber kredit, tak syak lagi negara ini akan mengalami kepanikan keuangan yang paling dahsyat dan berdampak panjang dalam sejarahnya".

Tidak lama setelah peringatan itu Amerika Serikat terpuruk ke suatu krisis keuangan yang bercirikan "tangan" Rothschilds yang direncanakan dengan teliti. Panik yang menyusul menyebabkan kekayaan berpuluh ribu rakyat yang tidak tahu-menahu di seluruh negeri - dan bermilyar-milyar lagi di kalangan elit perbankan, punah. Tujuan dari "krisis" ini ada dua : (1) menghabisi pemain "insider", dan, (2) meyakinkan rakyat Amerika akan "sangat diperlukannya" suatu bank sentral.

Paul Warburg mengatakan kepada Komisi Perbankan dan Keuangan US House of Representative, bahwa "Pada waktu panik tahun 1907, saran pertama yang saya ajukan adalah kita memerlukan sebuah 'clearing house' (Bank Sentral). Rencana Aldrich (untuk Bank Sentral tersebut) memuat banyak ketentuan yang bersifat mendasar tentang perbankan. Tujuan Komisi yang terhormat haruslah sama. ".

Tanpa kenal letih para bankir Yahudi akhirnya berhasil mencapai coup mereka yang terbesar hingga saat ini, ketika presiden Amerika Serikat ke-28, Woodrow Wilson (1856-1924), pada tahun 1913 menanda-tangani pembentukan The US Federal Reserve System, yang lebih dikenal dengan sebutan the Fed. Dengan penanda-tanganan itu presiden Woodrow Wilson memindahkan wewenang departemen keuangan pemerintah federal kepada sebuah perusahaan swasta, the Federal Reserve dan cabang-cabangnya yang ada di berbagai negara bagian, yang memiliki kekuasaan melakukan kontrol terhadap keuangan Amerika Serikat secara ketat oleh kaum monopolis Yahudi yang gila duit. Paul Warburg menjadi ketua "the Fed"-nya yang pertama.

Anggota Konggres Charles Lindbergh tetap berkeyakinan ketika ia ,menyatakan beberapa waktu sesudah undang-undang tentang the Federal Reserve diloloskan oleh Konggres pada tangga1 23 Desember 1913, "Undang-undang ini membuktikan sebuah kebenaran di muka bumi ini. Ketika President (Wilson) menanda-tangani undang-undang ini, pemerintahan siluman atas kekuasaan keuangan dilegalisasikan .. Kejahatan terbesar pada zaman ini mulai dijalankan melalui undang-undang perbankan dan keuangan ini”.

Sesudah itu peran "the Fed" begitu menentukan, dan menjadi penentu dari semua perundangan hukum di Amerika Serikat. Penanda-tanganan itu membuktikan kebenarana ucapan Mayer Amschel Rothschilds (1743-1812), pendiri dinasti Rothschilds,yang mengatakan, "Berikan kepada saya kesempatan mencetak dan mengendalikan keuangan suatu bangsa, dan dengan itu saya tidak peduli siapa yang membuat hukum di negeri itu". "The Fed pada dasarnya kini adalah negara di dalam negara Amerika Serikal itu sendiri.3

The US Federal Reserve, Negara dalam Negara
The US Federal Reserve adalah suatu badan usaha milik swasta yang berperan sebagai pengatur utama, dan yang menguasai institusi perbankan Amerika Serikat. Kedudukan tunggalnya yang terpenting ialah menetapkan kebijakan moneter; banyak para ekonom yang mempercayai the Fed mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap jalannya daur bisnis di Amerika Serikat. Eustace Mullins (1983) dan Gary Kah (1991) masing-masing telah menulis sebuah buku yang isinya memuat hasil penelitian mereka yang bermuara kepada pembuktian, ternyata sekelompok elite bankir swasta (Yahudi), dan bukannya pemerintah Amerika Serikat-lah, yang memiliki dan mengendalikan the Fed. Lebih lanjut kedua penulis tersebut menemukan, penguasa bayangan tersebut telah menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi pasar uang dan mengendalikan ekonomi Amerika Serikat, dan melalui kekuasaan itu mengendalikan politik Amerika Serikat.

The US Federal Reserve Bank of New York 
Fokus kedua buku itu memusat kepada The Federal Reserve Bank of New York. Apa yang sering disebut orang dengan nama the Fed sebenarnya terdiri dari dua peringkat: pertama, ada 12 buah Federa Reserve Bamk tingkat wilayah seperti The Fed of New York, dan Dewan Gubernur yang mengendalikannya (Alan Greenspan adalah ketua Dewan itu sekarang ini). Gary Kah menuduh orang-orang Yahudi secara langsung memiliki the New York Fed, lembaga bank terbesar dan paling penting di antara selusin bank-bank the Fed yang ada di negara-bagian lainnya. Melalui bank the New York Fed ini para kolaborator yahudi mengendalikan keseluruhan Sistem Federal Reserve dan menuai keuntungan raksasanya. Eustace Mullins sepakat mengenai betapa pentingnya the New York Fed, tetapi menurutnya lembaga itu hanya diniliki secara tidak langsung oleh orang-orang Yahudi.- melalui sebuah perhimpunan perbankan Eropa yang disebutnya dengan nama "London Connection" yang mengendalikan the Fed dari seberang lautan.
 
Ada 12 buah Federal Reserve Bank. Panah di samping menunjuk pada huruf “G” yang merupakan kode bahwa dollar tersebut dikeluarkan oleh Federal Reserve Bank of Chicago, illonois

Apakah tuduhan itu benar ? Bagian ini akan memfokuskan apakah benar orang Yahudi memiliki the Federal Reserve Bank of New York, baik langsung maupun tidak-langsung? Apakah mereka mengendalikan seluruh saham Sistem Federal Reserve, dan apakah orang-orang Yahudi itu menerima keuntungan tahunan yang besar ?

The US Federal Reserve Bank yang dua-belas wilayah itu diorganisasikan sebagai sebuah 'holding company', seperti halnya perusahaan-perusahaan lainnya. Menurut Gary Kah, orang-orang Yahudi itu memiliki kepentingan atas pengendalian saham the New York Fed. Menurut keterangan yang diperolehnya dari kontak-kontak dengan para pialang uang Swiss dan Saudi Arabia ada delapan pemegang saham terbesar terhadap the US Federal Reserve yaitu:
1. Rothschilds Bank of London
2. Rothschilds Bank of Berlin
3. Israel Moses Seif Bank of Italy
4. Warburg Bank of Hamburg
5. Warburg Bank of Amsterdam
6. Lazard Brothers of Paris
7. Lehman Brothers of New York
8. Kuhn and Loeb Bank of New York
9. Chase Manhattan Bank of New York dan
10. Goldman-Sachs of New York 4

Gary Kah juga menjelaskan kelompok bankir Yahudi ini adalah "Pemegang Saham Kelas A" dari bank tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena Federal Reserve Stock tidak mengurutnya seperti ini. Klasifikasinya bisa termasuk ke dalam "member stock" atau "public stock", dan tak pernah terdengar adanya "Class A stock". Memang para direktur the US Federal Reserve Bank dipilah-pilah menurut kelas A, B, C, tergantung bagaimana mereka diangkat. Barangkali hal inilah yang menjadi sumber kebingungan bagi Gary Kah.

Eustace Mullins menyusun daftar yang sarna sekali berbeda. Ia melaporkan bahwa delapan pemegang saham terbesar pada the New York Fed adalah :
1. Citibank
2. Chase Manhattan Bank
3. Moran Guarantee Trust
4. Chemical Bank
5. Manufacturers Hanover Trust
6. Bankers Trust Company
7. National Bank of North America
8. Bank of New York

Menllrut Mullins, bank-bank ini pada tahun 1983 memiliki saham mencapai 63% dari stok The New York Fed. Bank-bank Amerika tersebut pada gilirannya sebenarnya dimiliki oleh lembaga-lembaga keuangan Yahudi di Eropa. Ketika bank-bank komersial di New York Fed memilih dewan direktur, London Connection mampu menggunakan kaki-tangan mereka di Amerika untuk menentukan pengangkatan para direkturnya dan akhirnya mengendalikan seluruh sistem Federal Reserve. Ia menjelaskan :

". .. Mereka yang paling berkuasa di pemerintahan Amerika Serikat sendiri masih harus bertanggung-jawab kepada suatu kekuasaan yang lain, suatu kekuasaan asing, dan suatu kekuasaan yang telah dengan gigih memperluas kekuasaannya terhadap republik muda sejak awal berdirinya. Kekuasaan itu adalah kekuasaan keuangan dari Inggeris, berpusat di Keluarga Rothschilds Cabang London. Kenyataan bahwa pada tahun 1910, Amerika Serikat dikuasai dari Inggris seperti halnya sekarang ini."5

Mullins mencatat lebih jauh, bahwa pada hari tatkala the Federal Reserve Act diundangkan pada tahun 1913, "Konstitusi berakhir sebagai perjanjian yang mengatur kehidupan rakyat Amerika, dan kebebasan kita telah dipindahkan kepada sekelompok kecil bankir internasional (Yahudi)" 6.

Pada tanggal 30 Juni 1997 the New York Fed melaporkan delapan buah bank terbesar pemiliknya, yaitu :
1. Chase Manhattan Bank
2. Citibank
3. Morgan Guarantee Trust Company
4. Fleet Bank
5. Bankers Trust
6. Bank of New York
7. Marine Midland Bank, dan
8. Summit Bank

Meski semua pemegang saham utama tampak sebagai bank milik nasional atau bank-bank yang terdaftar di negara bagian, tetapi Mullins menemukan bahwa kepemilikan dan kontrol terhadap bank-bunl tersebut tetap ada di tangan pemilik modal Yahudi yang menjalankannya secara tidak langsung melalui kepemilikan saham mereka pada bank-bank domestik tersebut. Karena bank-bank di pusat keuangan New York adalah pemilik saham terbesar pada the New York Fed, orang-orang Yahudi tersebut tetap mempunyai wewenang untuk mengangkat presiden dan anggota dewan komisaris menurut selera mereka. Melalui wewenang ini, dan London Connection, mereka memiliki kontrol atas operasi-operasi the Fed dan kebijakan moneter Amerika Serikat.

Kaum Zionis Mendorong Amerika Serikat Memasuki Perang Dunia ke-1
Seorang tokoh Yahudi di Amerika Serikat, yang berhasil mencapai puncak karier menjadi hakim agung, ialah Louis Brandeis di mahkamah Agung Amerika Serikat. Mulanya ia seolah-olah bersikap netral atas masalah Zionisme ketika presiden Woodrow Wilson mengangkatnya. Tetapi sikap itu berubah sarna sekali, dan ia menjadi pendukung Zionisme yang sangat keras atas sikap presiden Wilson, jika Amerika Serikat bimbang untuk memutuskan apakah terjun atau tidak ke dalam Perang Dunia I. Hakim agung Louis Brandeis adalah tokoh Zionis pertama yang berhasil memasuki lingkaran pusat pengambil keputusan politik di pusat kekuasaan Amerika Serikat.

Kekalahan Jerman dalam PD I itu memungkinkan Inggris mempertahankan jurisdiksinya atas Palestina, dan dengan itu Inggris akan mengizinkan kepada kaum Zionis untuk membangun koloninya di Palestina. Meski PD I diawali pada tahun 1914, tetapi pada tahun 1917 perang itu tengah menghadapi kebuntuan, yaitu ketika Amerika Serikat terjun ke dalam kancah perang tersebut. Perang itu berakhir pada tahun 1918 dengan kemenangan di pihak Inggris dan kekalahan menimpa Jerman.

Perang itu sendiri merupakan sesuatu yang sangat kontroversial. Di perlukan waktu tiga tahun lamanya bagi kaum yang memiliki kepentingan, seperti kaum Zionis, untuk meyakinkan agar Amerika Serikat terjun ke dalam perang tersebut. Pihak kepentingan lainnya yang menghendaki Amerika Serikat terjun ke dalam kancah peperangan adalah para bankir dan pedagang (yang umumnya juga Yahudi), yang ketakutan akan kehilangan keuntungan dan kekayaan mereka di Eropa bila sampai Inggris dan Perancis mengalami kekalahan. Kekalahan Jerman diperlukan untuk melindungi para "Saudagar Kematian", begitulah julukan yang diberikan kepada mereka ketika Amerika Serikat terjun ke dalam kancah PD I. Kekalahan Jerman sangat mendesak untuk menjamin kepentingan kaum Zionis di Palestina.

Ketika Jerman dikalahkan, orang Yahudi di Jerman dipandang sebagai pengkhianat, karena hubungan mereka yang unik dengan kelompok internasional yang berkepentingan dengan kekalahan Jerman. Hal ini makin meningkatkan sentimen anti-Semitisme yang memang sudah hidup di Jerman berabad-abad. Maka orang Yahudi di Jerman berada dalam kesulitan. Mereka memerlukan negara-negara untuk tempat pelarian. Dua negara yang dianggap paling cocok adalah Amerika Serikat dan Palestina. Masalah yang dihadapi pada waktu itu Amerika Serikat sedang mengeluarkan sebuah undang-undang yang membatasl imigrasi, sementara Palestina tidak cukup memiliki infra-struktur untuk menerima imigrasi Yahudi dalam jumlah besar-besaran Jawabannya menurut pendapat kaum Yahudi, Amerika Serikat harus bisa menerima semua imigran Yahudi yang ingin datang ke negara tersebut. Mereka melobi pemerintah Amerika Serikat sampai dengan terjadinya PD II, tetapi pemerintah Amerika Serikat tetap bersikukuh dengan undang-undang imigrasinya, dan kaum Yahudi kemudian menyalahkan pemerintah Amerika Serikat atas penderitaan yang dipikul oleh orang Yahudi selama perang tersebut. Mereka menyalahkan pemerintah Amerika Serikat, meskipun mereka memahami korban itu akan tetap terjadi, meski Amerika Serikat ikut terjun ke PD II.

Sesudah perang orang Yahudi makin meningkatkan usaha mereka membuka pintu perbatasan Amerika Serikat, sampai pemerintah Amerika Serikat tidak lagi bisa menolak masuknya gelombang inigrasi Yahudi ke Amerika. Pada tahun 1965 pembatasan irnigrasi yang "rasialistik" itu di cabut oleh pemerintahan Lyndon B. Johnson.

Masalah kesetiaan pada hakekatnya merupakan isu sentral. Kelompok politik di Amerika Serikat seharusnya berfungsi untuk menjamin kepentingan nasional Amerika Serikat. Namun adalah suatu kenyataan bahwa kelompok Yahudi yang cukup besar di Amerika Serikat memiliki ikatan kultural, politik dan ekonomi dengan Israel. Salah satu kegiatan mereka ialah berusaha mendorong imigrasi orang Yahudi dari segala penjuru dunia ke Amerika Serikat.

Yahudi Menginfiltrasi Pemerintahan Amerika Serikat
Peran lobi Yahudi di dalam pemerintahan Amerika Serikat terutama sekali sangat meningkat pada masa pemerintahan presiden Franklin Delano Roosevelt (1882-1945), Presiden Roosevelt telah membukakan jabatan-jabatan yang begitu luas kepada orang-orang Yahudi ke dalam birokrasi pemerintahan Amerika Serikat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tokoh elit penganut gereja Episkopal ini adalah seorang politikus ulung. Para pemimpin buruh dari kalangan Yahudi khususnya sangat menyenangi Roosevelt. David Dubinsky dari The International Ladies Garment Workers Union mengenang betapa Roosevelt ketika masih menjabat sebagai gubernur negara bagian New York memanggil para eksekutif industri ke kantornya di Albany dan memaksa para eksekutif industri itu untuk menyepakati luntutan buruh mereka. Sebagai gubernur, Roosevelt sering menemui seorang sahabat dekatnya khusus untuk mendapatkan nasihat bila menghadapi masalah hukum yang musykil dalam rangka memprakarsai perundangan sosial yang direncanakannya bagi negarabagian New York yang dipimpinnya. Sahabat lamanya itu ialah Felix Frankfurter, seorang profesor hukum Yahudi di Harvard. Sebenarnya bukan hanya Felix Frankfurter. Nama-nama seperti Henry Morgenthau, Jr., Samuel Rosenman, Benjamin Cohen, David Niles, Anna Rosenberg, Sidney Hillman, dan David Dubensky, adalah nama-nama yang kondang sebagai anggota "dapur kabinet" Roosevelt. Yang menjadi anggota "dapur kabinet" bukan hanya para politisi dan administrator, tetapi juga seorang Rabbi Stephen Wise, tokoh terkemukaZionisme Amerika, dan anak-perempuannya Justine Polier. Keduanya memiliki akses sedemikian rupa ke Gedung Putih, yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Sesudah bulan Maret 1933 para ahli hukum yang kebanyakan terdiri dari pemuda Yahudi, yang dikirimkan oleh Felix Frankfuter ke kantor Roosevelt semasa sebagai gubernur negara bagian New York di Albany, pada umumnya dibawa-serta oleh Roosevelt ke Washington ketika ia terpilih sebagai presiden Amerika Serikat pada tahun 1933, sesudah ia berhasi1 mengalahkan saingannya Herbert Hoover. Para imigran baru itu dijuluki dengan nama "Frankfurter's happy hot dog". Di antara angkatan pertamanya adalah Benjamin V.Cohen, yang direkrut untuk membantu merancang perundangan darurat menangani krisis di Wall Street. Cohen, James McCaulkey Landis, dan Thomas G.Corcoran, senantiasa berhubungan melalul telepon dengan Frankfurter di Cambridge, ketika merancang Securities Act tahun 1933 yang didasarkan pada gagasan bahwa korporasi korporasi pada dasarnya adalah bagian dari pemerintahan, dan oleh karenanya patut diatur oleh pemerintah. Gagasan itu mungkin nampaknya agak radikal, tetapi hal itu tidaklah radikal menurut pandangan masyarakat Yahudi dan menurut pengakuan ajaran kitah Talmud bahwa "kepemilikan pada dasarnya adalah obyek sosial, dan oleh karena itu tunduk kepada kontrol sosial".

Tim Corcoran dan Cohen yang dengan bebas keluar-masuk Gedung Putih menjadi terkenal dengan julukan "si kembar emas". Mereka tinggal di sebuah rumah yang dikenal dengan nama "rumah merah kecil" di "R" Street, Georgetown. Corcoran adalah tokoh yang berpenampilan necis dan ramah sebagai tokoh depan, sedangkan Cohen agak pemalu, seorang jenius berkacamata tebal, yang bekerja sampai jauh malam memikirkan bagaimana caranya agar apa yang mereka rancang bersesuaian dengan konstitusi. Mereka membuat proyek demi proyek. Setelah menyusun rancangan 'Securities and Exchange Act' tahun 1934, mereka menyiapkan 'the Public Utility Holding Act' tahun 1935, 'the Federal Communication Act', undang-undang pembentukan 'Tennessee Valley Authority', 'the Wagner Act', dan 'the Minimum Wages Act'. Sementara Frankfurter menentukan nadanya dan Corcoran yang berpenampilan rapih bertugas untuk berbicara di Gedung Putih dan Capitol Hill, Cohen tetap menyibukkan dirinya dengan terus bekerja. Meski Cohen tidak pernah mengakui hahwa ia yang paling bertanggung-jawab dengan penulisan pnundangan dari kabinet 'New Deal'-nya Roosevelt, sebenarnya menurut Joe Rauh, "Ben sesungguhnya adalah otak yang memimpin tim ini. Bahkan Felix Frankfurter biasa menemuinya untuk meminta nasihat dan pendapatnya." Cohen adalah seorang yang sangat rendah hati, selalu mengatakan, "Corcoranlah orangnya".

Nasihat yang lebih berprestisius datang dari seorang Yahudi lain lagi, Louis Dembitz Brandeis, yang menduduki jabatan sebagai hakim agung di Mahkamah Agung sejak tahun 1916. Ia memberikan pendapatnya bagaimana suatu rancangan undang-undang itu disusun agar tidak bertubrukan dengan konstitusi, dengan cara menekankan pada falsafah yang tetap dianutnya, bahwa korporasi yang makin besar akan menjadi makin berbahaya terhadap kesejahteraan masyarakat.

Cohen, Frankfurter dan Brandeis belum termasuk golongan eselon puncak. Masih ada 1agi beberapa orang Yahudi yang memasuki kclompok orang-dalam Roosevelt di atasnya. Abe Fortas ditugasi scbagai sekretaris bidang ekonomi, Mordecai Ezekiel ditugasi di departemen pertanian sebagai ahli ekonomi, Henry Morgenthau, Jr. menjadi menteri keuangan, Charles Wyzansky menteri perburuhan, Isador Lubin menduduki jabatan sebagai kepala biro statistik perburuhan, yang dalam prakteknya menjadi penasehat ekonomi presiden FDR, David Niles menjadi orang pertama yang kini dikenal sebagai pejabat Gedung Putih untuk urusan minoritas; Joe Rauh muda ditugasi membantu Niles, setelah bertugas sebagai staf bidang hukum mula-mula kepada hakim Cardozo, kemudian kepada Frankfurter setelah penugasannya selesai di pengadilan; kemudian ada lagi yang bernama Bernard Baruch, David Lilienthal, dan Sam Roseman (orang yang meneiptakan nama 'New Deal' bagi kabinet FDR), dan ini hanya beberapa nama dari sekian banyak orang Yahudi yang mengelilingi presiden Amerika Serikat.7

Dukungan Kepada Israel sebagai kekuatan Nuklir
Amerika Serikat tidak pernah mau mentoleransi negara manapun untuk mengembangkan dirinya menjadi kekuatan nuklir. Sikap politik ini tidak berlaku terhadap Israel. Shimon Peres yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Israel adalah salah seorang promotor untuk menjadikan Israel sebagai kekuatan nuklir di luar klub nuklir yang ada. Tujuannya adalah menjadikan kekuatan nuklir yang ada di tangannya sebagai kekuatan penangkal terhadap negara-negara lawannya di Timur Tengah, meski tidak tertutup kemungkinan lsrael akan dengan senang hati menggunakannya.

Rencana untuk membangun kekuatan nuklir Israel telah dimulai sejak tahun 1955, tetapi badan-badan intelijen Amerika Serikat pura-pira tidak tahu dan seolah-olah baru mencium reneana tersebut kira-kira tiga tahun kemudian. Kompleks bangunan yang didirikan di kola Dimona, di padang pasir Negev, sudah ditengarai oleh badan intelijen Amerika Serikat sebagai fasilitas nuklir utama, begitu menurut Avner Cohen dalam bukunya "Israel and the Bomb".

Gagasan untuk mengembangkan senjata nuklir Israel bermula dari persekutuannya dengan Perancis pada talmn 1955, tujuh tahun setelah kelahiran negara tersebut, yang menyetujui memberikan bantuan teknologi canggih yang dibutuhkan oleh Israel. Proyek nuklir di Dimona mulai dibangun pada tahun 1958, yang dinyatakan sebagai "pabrik metalurgi", dan kadangkala disebut juga sebagai "pabrik tekstil". Proyek Dimona itu baru menjadi pengetahuan publik pada bulan Desember 1960. Atas dasar itu presiden Kennedy memaksa Israel untuk mengizinkan dua orang ilmuwan Amerika Serikat untuk memeriksa reaktor tersebut, karena ia ingin menjamin bahwa reaktor itu dikembangkan hanya untuk maksud-maksud damai, dan tidak berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir.

Israel tidak pernah mengakui memiliki senjata nuklir, kecuali menyatakan bahwa Israel "tidak akan pernah menjadi negara pertama yang akan menggunakannya di kawasan tersebut". Namun badan-badan intelijen Barat melaporkan dan merasa yakin, bahwa Israel telah mengembangkan dirinya menjadi satu-satunya negara nuklir di Timur Tengah. Menurut Avner Cohen, Israel telah memiliki kemampuan nuklir operasional sejak sebelum Perang Enam-Hari pada bulan Juni 1967. Selama terjadi ketegangan karena krisis tersebut, kemampuan itu dengan eepat diubah menjadi kemampuan operasional. Pada malam-hari menjelang pecahnya perang, Israel melakukan improvisasi yang menghasilkan dua hulu-Iedak yang dapat segera digunakan. Kenyataan itu dikonfirmasi oleh pernyataan Myer Feldman, deputi penasehat keamanan di Gedung Putih baik semasa pcmerintahan Kennedy maupun Johnson. Beberapa orang di kalangan komunitas intelijen Amerika Serikat telah mengetahui, atau setidaktidaknya mempereayai, Israel telah menguasai materiel maupun komponen untuk membuat sedikit-dikitnya untuk dua buah born nuklir.

Pada tahun 1963 presiden John F.Kennedy, presiden Katolik pertama di Amerika Serikat, menanyakan soal reaktor Dimona, dan dengan sepucuk surat bertanggal 18 Mei 1963 ia menyatakan kepada perdana menteri Israel pada waktu itu, David Ben-Gurion, bahwa hubungan dengan Israel akan sangat terganggu ('seriously jeopardized') bila Amerika Serikat tidak diberi informasi yang benar tentang program nuklir Israel. Pertanyaan presiden Kennedy itu membuat para pejabat Israel sangat gusar. Presiden Kennedy memperlihatkan sikap yang oleh mereka dipandang tidak menyetujui proyek nuklir Israel. Pada tahun 1963 itu juga, presiden Kennedy dalam sebuah National Security Memorandum yang bersifat rahasia memerintahkan kepada departemen luar-negeri dan pertahanan, CIA, dan Komisi Enerji Atom, untuk meningkatkan pengamatan oleh intelijen Amerika Serikat atas program nuklir Israel dan mengarahkan untuk melakukan inspeksi atas Dimona. Pemerintah Israel tidak dapat menerima pesan surat presiden Kennedy dan kehendak Kennedy untuk mengawasi proyek nuklir di Dimona.

Sehubungan dengan adanya konflik kepentingan dengan presiden Kennedy itu Israel merasa perlu untuk menghilangkan rintangan apa saja terhadap proyek nuklir mereka. Israel memutuskan unluk menghilangkan rintangan tersebut. Mossad diduga terlibat dalam tindak pembunuhan terhadap presiden Kennedy pada tahun 1963 itu juga. Pembunuhan itu sedemikian rapi dilakukan, sehinga menimbulkan kontroversi yang simpang-siur. Yang dijadikan tersangka pembunuhnya adalah seorang mantan anggota marinir Amerika Serikat bemama Oswald, yang oleh pers Amerika Serikat sendiri diragukan kebenarannya. Ia dituduh dibayar oleh pihak Uni Sovyet untuk melakukan pembunuhan itu. Latar-belakang dan motik tentang pembunuhan itu menjadi gelap ketika Oswald dibunuh oleh seorang Yahudi, tatkala ia akan memasuki ruang sidang pengadilan. Keganjilan yang ada ialah pembunuh Oswald luput dari pengawasan pihak keamanan, sehingga dapat menembak Oswald dari jarak yang sangat dekat. Pembunuh itu sendiri kemudian dibunuh oleh polisi. Untuk mencari keterangan dan latar-belakang siapa yang bertanggungjawab terhadap kasus pembunuhan presiden Kennedy, sebuah Komisi Warren dibentuk oleh Senat Amerika Serikat. Tetapi hingga kini hasil temuan Komisi Warren tetap tidak diumumkan kepada publik.

Inspeksi tahunan baru dapat dilakukan oleh badan pengawas tenaga nuklir Amerika Serikat pada tahun 1964 setelah perdana menteri David Ben-Gurion berhenti, dan berlangsung sampai tahun 1969. Sampai tahun itu para ilmuwan Amerika melaporkan "tidak berhasil menemukan bukti-bukti" yang Israel mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan pembuatan senjata nuklir.

Pada tahun 1970 antara presiden Richard Nixon dan perdana menteri Golda Meir tercapai kesepakatan, dimana Amerika Serikat diharapkan memandang masalah itu dari sudut pandang yang lain selama Israel tetap memelihara sikap 'low profile' dan tetap memegang teguh kebijakannya untuk tidak menjadi negara pertama di kawasan itu yang akan menggunakan senjata nuklir. Kesepakatan itu berlaku sampai dcngan sekarang. Amerika Serikat menutup mata dan membiarkan Israel mengembangkan kebijakannya menteror negara-negara Arab di sekitamya dengan senjata nuklimya.8

Yahudi Menguasai Departemen Luar-Negeri
Dahulu departemen luar negeri Amerika Serikat adalah sebuah instansi WASP (White, Anglo-Saxon, Protestant - berkulit putih, keturunan Inggeris, dan beragama Kristen Protestan). Di bawah presiden Clinton lembaga penting itu berubah menjadi WJM (White, Jewish, Males berkulit-putih, Yahudi, dan pria). Sejak menteri luar-negerinya Madeleine Albright yang Yahudi, kecuali dia yang wanita temyata semua calon pejabat untuk posisi puncak terdiri dari orang Yahudi, dan pria. Sejumlah ahli mengenai kebijakan"luar-negeri dengan cepat menangkap adanya perubahan besar itu. "Ini mencerminkan ada perubahan besar di negeri ini karena dari dulu dinas luar negeri itu secara khusus hanya terbuka untuk kelompok paling elit dari kalangan WASP", kata bekas anggota Dewan Keamanan Nasional urusan Timur Tengah, Richard Haas. Tanpa disadarinya keadaan itu menghadapkan Madeleine Albright dengan masalah. Kalau semua calon dari kalangan Yahudi itu diangkatnya, Madeleine Albright mengundang permusuhan mulai dari kelompok minoritas dan wanita, sampai kepada lobi pro Arab di bidang perumus kebijakan Timur Tengah di Washington dan kelompok-kelompok anti-Semit dari berbagai warna politik. "Saya yakin orang akan memandangnya sebagai konspirasi Yahudi", kata seorang Yahudi yang tidak mau disebutkan namanya yang bekerja sebagai analis kebijakan luar negeri.

Madeleine Albright mengangkat lagi dua orang Yahudi pada posisi puncak, Dennis Ross sebagai koordinator khusus urusan Timur Tengah, posisi yang tidak hanya terbatas pada urusan Timur Tengah. Selain itu jabatan menteri muda bidang ekonomi 1uar-negri diserahkannya kepada Stuart Eizenstadt, mantan duta-besar pada Uni Eropa dan pejabat federal untuk mengamati berapa besarnya aset Yahudi di bank-bank di Swis. Untuk pertama kali pula dalam sejarah selama 208 tahun, departemen luar-negeri Amerika Serikat melihat keenam posisi regional yang ada di bawah para asisten menteri luar-negeri, keseluruhannya diisi oleh orang Yahudi, seperti Mark Grossman mantan duta-besar di Turki, menjadi asisten menteri luar-negeri urusan Eropa, Princeton Lyman untuk urusan lembaga internasional, Howard Wolfe untuk urusan Afrika, Stanley Roth untuk urusan Asia, Karl Indefuth untuk urusan Asia Selatan, Jeff Davidow untuk urusan Amerika Latin, dan Martin Indyk bekas duta-besar di Israel untuk urusan Timur Tengah. Martin Indyk adalah anggota AlP AC, lobi Israel di Washington yang sangat kuat untuk perumusan kebijakan nasional Amerika Serikat, selain memimpin Institute for Near-East Policy di Washington, DC. sebuah lembaga pro-Israel yang juga sangat kuat di Washington, sebelum dipanggil untuk bergabung dengan departemen luar-negeri Amerika Serikat.

Biro urusan Timur Tengah yang dipegang oleh Martin Indyk menurut Robert Kaplan, penulis buku "The Arabists", yang mengkaji kebijakan pmerintah Amerika Serikat mengenai Timur Tengah, selalu dipegang oleh seorang diplomat karier. Pengangkatan Martin Indyk lebih didasarkan pada pertimbangan "politik", kata Kaplan. Martin Indyk diangkat oleh presiden Clinton mula-mula sebagai penasehatnya dalam urusan Timur Tengah pada tahun 1993, kemudian menempatkannya sebagai duta-besar untuk Israel.9


Daftar Pustaka:


1. Peter Grose, 'Israel in the Mind of America', Alfred Knopf, New York, 1983, h-66.
2. 'Empire of the City', h.90.
3. "Federal Reserve Directors: 'A Study of Corporate and Banking Influence', Staff Report Committee on Banking Currency and Housing, House of Representative, 94th Congress, 21st Session, August 1976".
4. Kah, h.13.
5. Mullins, h. 47-48.
6. Ibid. h.29.
7. Stephen D.Isaacs, 'Jews and American Politics', Doubleday & Company, Inc. Garden City, New York, 1977, h.61-63.
8. Avner Cohen, 'Israel and the Bombs', Columbia University Press, New York, 1998.
9. Jonathan Broder, 'Jewish Numbers Grow at the State Department', Zine Magazine, Edisi 13 Februari, 1997.


Izin publikasi buku ini diperoleh dari penerbit Daseta selaku pemegang hak cipta [email: kbi@dnet.net.id]
"...untuk disebarluaskan ke masyarakat umum asalkan tidak sebagai buku yang dijual di toko-toko buku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar