Jumat, September 28, 2012

Ternyata Akhirat ‘Masih’ Tidak Kekal (5)

~ SURGA DAN NERAKA SUDAH KITA RASAKAN ~

Perbandingan antara alam dunia dan alam akhirat itu, ibarat ujung jari dicelupkan ke samudera. Setetes air yang ada di ujung jari itulah dunia, dan samudera itulah akhiratnya. Demikianlah suatu ketika Rasulullah dawuh kepada para sahabat, sebagaimana diceritakan dalam HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad.

Saya sempat tercengang ketika merenungi dawuh Nabi itu. Betapa hebatnya pengetahuan dan pemahaman beliau tentang alam akhirat. Saya membayangkan, agaknya, ini karena beliau sudah menyaksikan sendiri besarnya alam berdimensi tinggi yang kita kenal sebagai alam Akhirat itu. Bukankah beliau memang sudah sampai di ‘puncak langit’ bernama Sidratul Muntaha, dimana alam akhirat terlihat? Bahkan, beliau digambarkan begitu terpesona menyaksikan alam berdimensi sepuluh yang meliputi alam dunia. Sehingga, muncullah kesimpulan bahwa alam rendah bernama Dunia ini ternyata hanya seperti setetes air di samudera nan luas ketika dibandingkan dengan alam Akhirat.



Saya terkagum-kagum kepada beliau yang dengan smart memberikan analogi simpletapi mendalam, tentang dunia dan akhirat. Itulah salah satu sebab, kenapa sayangefans berat sama beliau, dan memutuskan untuk tetap menjadi umatnya sampai hari kiamat.. :) Allahumma shalli wasallim wabarik ’ala sayyidina wamaulana wahabibina Muhammad Rasulillah. Padahal, dari sisi pengetahuan modern, ungkapan beliau itu sangat bermakna dan membutuhkan penjelasan yang rumit, serta menjadi kontroversi hingga kini.. :)

Ada dua hal yang terkandung di dalam analogi itu. Yang pertama, dari sisi ukuran alam semesta. Dan yang kedua, dari sisi komposisinya. Menurut kesaksian beliau, alam dunia ini sangat kecil bila dibandingkan dengan alam akhirat. Setetes air dibandingkan ‘tak berhingga tetesan’ air yang membentuk samudera. Dan, secara bersamaan, analogi ini juga bermakna bahwa alam dunia ini sebenarnya merupakan 'bagian tak terpisahkan' dari Akhirat. Mirip dengan setetes air yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari samudera.

Dalam pemahaman teori dimensi, memang demikianlah adanya. Alam dunia yang berdimensi tiga ini adalah bagian dari alam akhirat yang berdimensi sepuluh. Tidak terpisahkan. Sudah sering saya jelaskan, bahwa jika ada deretan garis yang berdimensi satu dalam jumlah tak berhingga dijejer berimpitan, garis-garis itu akan membentuk luasan berdimensi dua. Dan jika lembaran-lembaran berdimensi dua itu ditumpuk sebanyak-banyaknya sampai tak berhingga, ia akan membentuk balok yang berdimensi tiga.

Dengan analogi di atas, saya cuma ingin menceritakan, bahwa ‘ruangan’ berdimensi dua sebenarnya terbentuk dari ‘ruangan’ berdimensi satu dalam jumlah tak berhingga. Sedangkan ‘ruangan’ berdimensi tiga terbentuk dari ‘ruangan’ berdimensi dua dalam jumlah tak berhingga. Atau, secara umum bisa disimpulkan, bahwa ‘ruangan’ berdimensi tinggi selalu tersusun dari ruangan berdimensi lebih rendah dalam jumlah tak berhingga.

Sehingga, jika Anda menerima konsep itu – detilnya  dijelaskan oleh M-Theory – kita  bisa memahami struktur alam semesta yang berdimensi sepuluh itu dengan cara yang sama. Bahwa alam Akhirat sebagai langit ketujuh ternyata tersusun dari langit ke enam dalam jumlah tak berhingga. Sedangkan langit keenamnya tersusun dari langit kelima dalam jumlah tak berhingga pula. Selanjutnya, langit kelima tersusun dari langit keempat, tersusun dari langit ketiga, kedua, kesatu, masing-masing dalam jumlah tak berhingga.

Jika disimpulkan secara sederhana, besarnya alam akhirat itu adalah ‘tak berhingga pangkat tujuh’ dibandingkan dengan alam dunia... :) Tentu saja, tidak ada istilah ‘tak berhingga pangkat tujuh’ di dalam ilmu matematika. Karena, istilah tak berhingga itu sudah tidak bisa dihitung lagi. Masa ada istilah ‘tak terhitung pangkat tujuh’? Hasilnya pasti ‘tak terhitung’ juga, hhehe. Ini sekedar cara saya saja untuk menggambarkan betapa luasnya akhirat dibandingkan dunia... :)

Bukan hanya fisiknya, melainkan juga kualitasnya. Kualitas kehidupan dunia ini jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat hanyalah ‘seper-tak berhingga pangkat tujuh’.. :D. Itulah kenapa Al Qur’an sering menyebut kehidupan dunia ini hanya sekedar ‘main-main’, tipuan, dan fatamorgana belaka. Kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan Akhirat. Yakni, saat kesadaran kita bisa mengakses alam berdimensi lebih tinggi itu secara holistik.

Maka, kalau kita kaitkan antara alam dunia & alam akhirat dengan keberadaan surga & neraka, kita memperoleh kesimpulan yang menarik. Bahwa, karena surga dan neraka itu berada di alam akhirat, dan dunia ini adalah bagian dari alam akhirat, maka kehidupan kita sekarang ini sebenarnya sudah diliputi oleh surga dan neraka. Saat kita merasa bahagia, itu sebenarnya adalah ‘rasa surga’ tapi dalam skala dunia. Dan ketika kita merasa menderita, itupun adalah ‘rasa neraka’, dalam skala dunia.

Berapa besar skala perbandingannya? Kita cuma kecipratan rasa surga & neraka dalam kadar ‘seper-tak berhingga pangkat tujuh’ saja..! Dalam ibarat Nabi, seluruh rasa bahagia dan derita di dunia ini hanya seperti setetes air di dalam samudera jika dibandingkan dengan rasa bahagia dan derita yang sesungguhnya di alam akhirat.Shadaqta ya Rasulullah...

Lantas, bagaimana menjelaskan penglihatan Rasululah saat beliau berada di Sidratul Muntaha? Kenapa beliau bisa melihat surga dan neraka yang sudah ada penghuninya? Apakah itu kejadian sekarang ataukah kejadian masa depan?

Meskipun secara ruangan, alam akhirat sudah ada sekarang, sebenarnya manusia baru akan merasakannnya kelak sesudah kiamat Bumi, yakni setelah dibangkitkan kembali. Itulah saat dimensi alam akhirat dibukakan oleh-Nya, sehingga manusia bisa mengakses alam berdimensi lebih tinggi secara lebih menyeluruh. Allah menyebutnya sebagai ‘terbukanya hijab’ dimensi, dimana penglihatan dan pendengaran kita menjadi jauh lebih tajam daripada sekarang.

QS. Qaaf (50): 22
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkandarimu tabir (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari itu amatlah tajam.

QS. Maryam (19): 38
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatanmereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata (karena keterbatasan penglihatan dan pendengarannya).

Apa yang dilihat oleh Rasulullah saat Mi’raj itu adalah kejadian masa depan. Bukan kejadian sekarang. Tapi kenapa Rasulullah sudah bisa melihat semua itu? Ya, karena Rasulullah berada di dimensi tertinggi alam semesta. Bukankah dalam pemahaman Fisika Modern, ruangan alam semesta ini melengkung? Dan karena itu pula, dimensi waktu juga ikut melengkung? Sebab, dimensi ruang-waktu itu memang tidak terpisahkan eksistensinya.

Ibarat Anda sedang berada di ruang dimensi tiga, maka Anda akan bisa menggambar ‘kurva waktu’ lengkung di papan tulis yang berdimensi dua. Sehingga, dalam waktu yang bersamaan, Anda akan bisa melihat urutan waktu ‘dulu-sekarang-nanti’ secara bersamaan dalam gambar itu. Atau, jika dimensi waktu diibaratkan garis melengkung di permukaan sebuah bola kaca yang berdimensi dua, maka kita bakal bisa melihat masa depan kurva itu lewat ruangan dimensi tiga, tembus lewat kedalaman bola.

Ringkas kata, siapa saja berada di dimensi tinggi, ia akan bisa melihat masa depan dari sebuah peristiwa yang tidak kelihatan di dimensi rendah. Apalagi, saat itu Rasulullah berada di Sidratul Muntaha yang memiliki dimensi paling tinggi di alam semesta. Itulah sebabnya beliau terpesona disana, karena tidak pernah menduga akan melihat pemandangan sedahsyat itu.

Dengan demikian, pemahaman kita sudah bertambah lagi. Bahwa alam akhirat itu secara ruangan sudah meliputi kita, tetapi secara urutan waktu baru akan kita rasakan kelak sesudah hari kiamat. Yakni, ketika Allah membukakan langit-langit berdimensi tinggi, sehingga segala rahasia yang tadinya tidak kelihatan, kelak menjadi tampak semua. Dan, surga serta neraka yang selama di dunia tak begitu terasa, saat itu pun menjadi begitu dekatnya dengan kita dan bisa kita rasakan sepenuhnya..!

QS. Ath Thaariq (86): 9-10
Pada hari ditampakkan segala rahasia maka sekali-kali tidak ada bagi manusia suatu kekuatan pun dan tidak (pula ada) seorang penolong.

QS. Asy Syu’araa’ (26): 90-91
Dan (di hari itu) didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertakwa, dandiperlihatkan dengan jelas neraka Jahim kepada orang-orang yang sesat.

QS. Al Furqaan (25): 22
Pada hari mereka melihat malaikat (makhluk berdimensi tinggi), di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa, mereka berkata: ‘Semoga Tuhan menghindarkan kami dari bahaya’.

Wallahu a’lam bishshawab



bersambung insyallah ... 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar