Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
Mempercayai sistem uang kertas, seperti berjudi melawan jack-pot di Las Vegas, kadang kala untung, tapi banyak buntungnya.
"Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja?" (QS. Al Qiyamah : 36 )
Mempercayai sistem uang kertas, seperti berjudi melawan jack-pot di Las Vegas, kadang kala untung, tapi banyak buntungnya. Bagaimana tidak? Melalui uang kertas, kaum Yahudi memperdaya miliaran manusia dari generasi ke generasi, mengikatnya dengan sihir mata uang nasional - multinasional. Harganya yang hampa, melalui bank seakan-akan bernilai, sebagaimana tercetak pada lembaran banknote bergambar. Tetapi pembayaran yang sesungguhnya harus ditanggung oleh si penerima uang kertas itu sendiri, yaitu dengan memproduksi barang maupun jasa. Artinya, bank untuk menumpuk kekayaan, menipu lewat angka yang tercetak di uang kertas, sementara manusia yang harus memikulnya.
Di Eropa, uang kertas pertama yang menimbulkan malapetaka adalah John Law notes terbitan Banque Royale Perancis, saat itu Louis XV merubah Banque Generale pada 14 Desember 1718. Bank ini adalah hasil lobi penjudi asal Scotlandia - John Law yang kemudian dianugerahi gelar duc d'Arkansas, gelar untuk pelopor Uang Kertas Perancis guna mengisi kas kerajaan yang nyaris bangkrut, dan membiayai kolonialisasi di benua baru Amerika. Setelah mengganti nama bank menjadi Banque Royale, Law turut andil mendirikan dua perusahaan kolonial Compagnie des Indes dan Compagnie d'Occident (Mississippi Company).
Pada tahun pertama, Law Notes memberikan bunga bagi pemegangnya, untuk merayu para pemilik koin livre perak dan emas agar mau menukarnya dengan uang kertas bank. Para bangsawan dan saudagar bergegas memborong saham Mississippi Company, berharap dari cerahnya masa depan perusahaan yang akan mendapatkan emas berlimpah. Untuk mengelabui publik, direktur mendandani para pengangguran laiknya buruh pertambangan yang akan mengeruk kekayaan dari benua baru. Mereka membuat pesta pora dan kampanye, disertai parade, untuk membiayainya uang kertas terus dicetak. Akibatnya Law Notes melebihi 2 kali jumlah koin yang beredar di seluruh Perancis, di tahun 1720. Akhirnya terjadilah inflasi yang membuat rakyat marah karena melimpahnya uang kertas.
Ketika kebohongan dari 'keajaiban uang kertas' sudah ketahuan belangnya, para pemegang Law Notes menyerbu Banque Royale, menuntut penukaran dengan koin. Mereka berdesak-desakan di Palais Royale sambil menggotongi mayat-mayat rekan mereka yang mati lemas kehabisan napas, berteriak-teriak menuntut kematian John Law. Di saat bersamaan, para investor panik berebut menyita aset-aset sang duc yang tertinggal, karena Law kabur ke Inggris lalu ke Venesia. Mississippi Company akhirnya ambruk beserta Banque Royale, dua tahun sejak pendiriannya, menyisahkan jutaan lembar uang kertas yang berserakan di penjuru Paris. Tak lama berselang, John Law meninggal dunia di pengasingannya di Venesia pada 1729.
Tak jera atas tragedi yang menimpah Law Notes, Louis XVI mengulangi kesalahan yang sama dengan mencetak uang kertas Assignat, sejak tanggal 24 Maret 1776. Parahnya, saat itu otoritas penerbit Assignat bukan cuma monopoli Kaisar, tetapi otoritas lain seperti gereja, bangsawan, bank dan militer ikut-ikutan mencetak Assignat-nya masing-masing sehingga timbul kekacauan ekonomi. Dalam situasi ini, Napoleon Bonaparte mendulang Revolusi Perancis (1789-1794), membentuk Pemerintahan Republic, kemudian menjadi Pemerintahan Directur (1794-1799), lalu berubah menjadi Pemerintahan Consulate (1799-1803). Akhirnya mengangkat diri sebagai Kaisar pada tahun 1804 - 1814.
Pada awal revolusi, Pemerintah Republic mengedarkan 40 juta Livre dengan mendevaluasi Assignat. Livre akhirnya didevaluasi menjadi 1/10 dari nilainya semula pada 1795. Tapi rupanya Napoleon harus memberangus uang kertasnya lagi, yaitu ketika inflasi terus membengkak pada 1 Januari 1796, dan meledak menjadi kemarahan Publik di Place Vendome pada 18 Februari 1796. Tak mau dituding oleh rakyatnya, para pejabat republik mengkambing hitamkan kesalahan pada mesin-mesin cetak dan bahan kertas yang dipakai untuk membuat uang kertas Assignat Republic, yang dimusnahkan bersama api kebencian.
Di Amerika, uang kertas sudah membawa petaka sejak berdirinya negara itu. Setelah perang di Lexington (1775), konggres menerbitkan uang kertas senilai $ 13 juta berupa Treasury Notes - namun populer di sebut Continental Notes. Dolar Continental awalnya setara dengan 1 dolar perak Spanyol - Mexico, namun ia terus merosot nilainya. Ketika tahun 1780, Continental anjlok menjadi $ 40 kertas untuk $ 1 perak, karena jumlah Continental Notes telah mencapai $ 241 juta
Uang KertasSetelah merdeka dari Inggris, $ 10 Continental hanya dihargai 1 sen tembaga. Ini berarti $ 1000 Continental cuma seharga $ 1 perak, atau inflasi 100.000 % hanya dalam tempo 5 tahun (1776-1781). Dan sialnya Konggres menolak penukaran Continental Notes terhadap koin perak, sehingga para patriot-veteran kesal kepada kebijakan ini, mereka marah dan berbuat onar. Bagaimana tidak kesal? Gaji prajurit reguler rata-rata hanya $ 5 Continental perbulan! Hingga akhirnya muncul klise populer di Amerika : Tak senilai satu Continental, artinya tak berharga .
Ide dolar kertas berasal dari propaganda Benjamin Franklin, tahun 1730, ia mencetak beberapa jenis uang kertas koloni diusia belia, 23 tahun. Ia terinspirasi oleh uang kertas koloni Massachussetts Bay (1690). Karena memperjuangkan uang kertas, bahkan sampai menghadap ke Parlemen Inggris di London, ia di gelari Bapak Uang Kertas Amerika, dan potretnya terpampang di lembaran 100 dolar.
Sebelum menjadi mata uang dunia, dolar harus melewati masa kelamnya selama 160 tahun. Antara lain : peristiwa Wild Cats (pasca Panic 1857), yaitu ketika hukum Liberal memberikan kebebasan kepada perbankan dan individu untuk membuat uang kertas (Lax banking Law). Pada era ini, sirkulasi dolar kertas dibebaskan sesuai kemampuan para penerbitnya. Sehingga tiap-tiap bank memiliki kurs dolar yang saling berbeda. Akibatnya, peredaran uang kertas, swasta maupun negara bagian menjadi melimpah tak terbendung, dan rakyat bingung memilih dolar.
Wild Cats (kucing liar) adalah julukan untuk bankir yang mencetak uang kertas lalu bangkrut, menyisakan uang-uang dolar kertas tak bernilai. Mereka dituding oleh nasabahnya menggelapkan deposit dolar emas dan perak, menukar isi brangkas koin dengan tumpukan paku atau tapal kuda. Sehingga profesi bankir tak ubahnya bandit, dimata rakyat Amerika saat itu. Kondisi ini berakhir pada tahun 1863, saat pemerintah Federal mengambil alih penerbitan dolar kertas.
Lalu peristiwa duel dua mata uang dolar kertas, antara dolar Union Green Back melawan dolar Confederate Dixie (1861-1865), era perang sipil. Begitu serdadu Union -- Yankee menang, tak ayal Dixie sudah tak berharga lagi. Akibatnya ribuan orang kaya di selatan AS mendadak miskin, karena tak bisa membelanjakan dolar dixie mereka, worthless. Daerah yang dulunya subur berubah menjadi tandus, dipenuhi oleh ladang-ladang tak terurus, karena petani yang dulunya direkrut menjadi serdadu Confederation, tak memiliki uang untuk membiayai lahan mereka, sebab gaji mereka yang berupa dolar dixie kini hanya menjadi penghias dompet!
Kemudian peristiwa Depresi Dolar 1928-1935, yaitu inflasi tak terkendali, menyebabkan kebangkrutan massal, PHK dan antrian panjang untuk mendapatkan sembako. Untuk menstabilkan keadaan, pemerintah Federal merazia emas dan perak dari tangan rakyatnya dan memasukan 2 jenis logam ini ke dalam daftar barang terlarang seperti narkotika.
Tragedi hiperinflasi yang dialami Jerman (1922-1923) merupakan klimaks dari kebobrokan sistem uang kertas. Jutaan rakyat Jerman stress karena terlalu banyak memiliki uang kertas, sehingga angka bunuh diri melonjak drastis! Loh, bukankah kalau banyak uang manusia seharusnya tambah senang? Coba renungkan syair ini: "Untuk membunuh orang tak butuh pisau (senjata) cukup secarik kertas dimana tertulis angka (uang)." Albert Pick, Numismatic USA.
Di Berlin, pada akhir tahun 1922, harga sembako tiba-tiba membumbung tinggi sampai 1500 kali lipat, lalu meroket melampaui satu miliar kali lipat dari harga sebelumnya. Cuma dalam waktu singkat, harga sekerat roti dari 2 mark melesat menjadi 2.400.000.000.000 mark (baca : 2,4 triliun mark) dalam setahun!
Rentenir menetapkan bunga 30 - 40 % per hari, bahkan pada puncak inflasi 200 % per hari atau 10% per jam. Maka uang yang dipinjam pada pukul 06.00 pagi sebesar 100 miliar mark, harus dibayar kembali sebesar 220 miliar mark pada jam 06.00 sore, pada hari itu juga! Apabila pinjaman 30 hari lamanya, maka utang sebesar 100 miliar mark harus dibayar sebesar 6.000.000.000.000 mark (baca : 6 triliun mark ) hitungnya sebagai berikut : Utang 100 miliar x bunga 200 % x 30 hari.
Hitungan di atas adalah hitungan potong kompas yang dilakukan rentenir tingkat tetangga (RT). Dalam kondisi demikian, harga-harga barang dan jasa naik dalam hitungan hari, misalnya: hari Senin harga telur 10 miliar mark/butir, maka hari selasa harga telur 20 miliar mark/butir, begitu seterusnya. Seluruh aktivitas kehidupan di paksa bekerja lebih cepat lagi untuk mengimbangi laju inflasi.
Petani harus memanen lebih cepat : gandum, sayur dan buah yang wajib dikirim ke kota secepat mungkin! Begitu pula peternak sapi, harus memerah sapi mereka di pagi buta, karena susu-susu harus segera dikumpulkan oleh suplier sebelum pekerja pabrik dan pegawai lainnya berangkat dinas. Pedagang berpacu dengan waktu, antara menerima, menghitung dan menyetorkan uang ke bank. Setelah urusan hitung-hitungan selesai, maka pemasok sembako segera mengisi gudang toko mereka untuk kemudian dijual tanpa harus menata ulang di etalase.
Pekerja menghendaki upah harian yang dibayar tunai, dan segera menghabiskan upah mereka untuk membeli sembako secepat mungkin. Begitu mereka terlambat tiba di toko, mereka mendapati gepokan uang gajinya sudah tak berdaya untuk membeli sesuatu, dan beberapa saat kemudian uang kertas segera berubah fungsi menjadi kertas bahan bakar tungku, dapur, atau berakhir sebagai wallpaper.
see more : http://www.wakalanusantara.com/detilurl/Mati.Di.Tengah.Tumpukan.Uang.Kertas/163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar