STUDIA Edisi 335/Tahun ke-8 (2 April 2007)
Jujur aja nih, kita pantas bertanya: baik dalam hati maupun teriak keras. Bertanya tentang apa? Lengkapnya bukan bertanya aja, tapi sekaligus mempertanyakan. Kita harus bertanya: mengapa begitu banyak temen-temen remaja yang berebut ambil jatah untuk audisi jadi seleb? Lihat aja, bukan cuma rela berkeringat dan pegal menunggu giliran audisi KDI dan Indonesian Idol, tapi begitu semangat ketika memamerkan keahliannya menyanyi—dan tentu bergaya—di depan juri audisi acara tersebut.
Pertanyaan tadi kudu terjawab. Nah, sebelum menjawab pertanyaan, saya justru ingin mempertanyakan: mengapa audisi semacam itu yang ditumbuh-suburkan oleh pengelola media massa? Mengapa bukan audisi untuk berlomba dalam menggapai kehidupan akhirat? Kalo pun ada audisi dai (Dai TPI dan Pildacil), sayangnya nggak jauh beda dengan audisi untuk kepentingan entertainment semata. Cuma bungkusnya doang pake label islami. Ciloko!
Sobat muda muslim, sungguh kita prihatin banget dengan kondisi seperti ini. Sekadar membandingkan aja dengan `perlombaan’ teman-temen remaja untuk `audisi’ menjadi bintang di akhirat kelak. Mereka yang ikut audisi KDI dan Indonesian Idol mau aja untuk ngantri, berjubel ribuan orang. Buktinya bisa kamu saksikan berita tentang hal itu di televisi dan baca di media cetak. Iya kan? Tapi nih, untuk menghadiri majelis-majelis ilmu dan taushiyah yang hadir untuk `audisi’ biar kepilih sama Allah Swt. untuk mendapatkan bekal amal baik di akhirat jumlahnya nggak seheboh audisi KDI dan Indonesian Idol. Iya nggak seh?
Terus nih, sungguh kita juga kecewa kok media massa (baik cetak maupun elektronik) seolah bersatu padu untuk memeriahkan audisi macam KDI dan Indonesian Idol. Iklannya gede-gedean, dan publikasinya sangat sering. Wajar dong kalo kemudian opini tersebut mendominasi informasi dan bikin temen-temen remaja kepengen banget ikutan untuk kepilih. Ya, siapa tahu jadi seleb dadakan di bidang olah vokal dan olah tubuh—maksudnya menari yang seringnya kalo di KDI jadi murahan karena memamerkan auratnya. Halah!
Karena dunia lebih menyilaukan Nah, ini jawaban buat pertanyaan pertama yang ditulis di awal obrolan kita tadi. Dunia memang menyilaukan. Perhiasanya rata-rata menyilaukan dan mempesonakan: harta, tahta, dan tentu ketenaran. Siapa sih yang nggak butuh duit? Siapa pula yang nggak mau punya jabatan? Ehm, angkat tangan kalo ada di antaramu ingin terkenal. Semua orang pasti ingin memiliki harta-tahta-popularitas. Iya kan? Apalagi sekarang ada jalan pintas untuk mendapatkannya. Jadinya ya, sangat wajar kalo ribuan teman remaja berlomba ikutan audisi untuk jadi seleb dadakan. So, niat udah kuat dan kesempatan dapat. Klop.
Boys and girls, dunia memang gemerlap. Siapa pun pasti terpesona dengan indah dan kerlap-kerlipnya kehidupan dunia. Ini memang fakta. But, apa karena terpesona dunia, lalu kita nggak pilih-pilih hiasan dunia itu? Boleh kok menikmati gemerlapnya dunia, asalkan hal itu sesuai tuntunan ajaran Islam, agama yang kita peluk dan jadikan cara hidup. So, nggak asal ambil aja. Kita punya patokan untuk menentukan baik-buruk, terpuji-tercela dan halal atau haram suatu perbuatan menurut ajaran Islam. Bukan ajaran yang lain. Setuju kan?
Nah, itu artinya dalam hidup ini kita kudu punya pegangan. Kita wajib tahu dan sadar dari mana kita berasal, mau ngapain di dunia ini, dan akan ke mana setelah `pensiun’ dari dunia ini. Kita berasal dari Allah Swt. Untuk apa di dunia? Untuk ibadah kepadaNya. Lalu, akan ke mana setelah mati dan ninggalin dunia ini? Jawabannya, kita akan kembali kepada Allah Swt. Makanya nih, di keranda jenazah biasanya ditutup kain hijau bertuliskan: “Innalillaahi wa inna ilaihi roojiuun” (sesungguhnya kami berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya).
Yup, alasan yang paling masuk akal kenapa di keranda jenazah mesti ditulis seperti itu adalah untuk ngingetin kita yang masih hidup, bahwa suatu saat kalo ajalnya udah datang pasti menyusul teman atau saudara yang sedang diusung jenazahnya saat itu. Iya nggak sih? Kecuali kalo di tempatmu ada orang iseng dengan mengganti tulisan di keranda jenazah dengan tulisan: “Yang tidak berkepentingan dilarang masuk!” Walah!
Oke, setelah kita tahu dan sadar soal kehidupan ini, lalu apa yang akan kita lakukan? Tentu, berlomba untuk memperbanyak amal shalih buat bekal di akhirat kelak dong ya. Itu alasan yang paling logis, Bro. So, wajar dong kalo kemudian kita berusaha untuk berlomba dalam kebaikan demi dapetin predikat penghuni surga. Perlu audisi atau tes juga kelihatannya ya. Surga emang nggak gampang untuk diraih, perlu ketahanan, kesabaran, semangat, dan yang utama adalah keimanan. Kita siap kan?
Provokasi media massa Bro, publikasi acara audisi macam KDI dan Indonesian Idol emang gencar banget. Terutama tentu disyiarkan terus oleh jaringan media yang menjadi penggagas acara tersebut. MNC (Media Nusantara Citra) yang menaungi stasiun televisi TPI, RCTI, dan Global TV, juga menggurita di media cetak dengan bendera koran Seputar Indonesia dan Tabloid Genie terus mengobarkan opini dua program audisi tersebut.
Nah, karena disebarkan via media massa, maka jelas ada pengaruhnya dong ya. Baik bagi masyarakat secara umum maupun individu. Budaya massa bisa saja tercipta. So, kalo terus ditayangkan program pencarian bakat macam KDI dan Indonesian Idol (dan juga sejenisnya) ini, maka akan membekas dalam benak pemirsanya dan sangat mungkin menjadi budaya mereka. Ini bisa dibuktikan dengan teori agenda seting yang digagas Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut dua pakar komunikasi ini, teori agenda seting bisa diliat dari seringnya media massa `memilihkan’ topik tertentu bagi pemirsa atau pembaca sehingga mereka menjadi akrab dengan topik tersebut dan dianggap penting. Iya kan, Bro? Rasakan buktinya saat ini ya.
Sobat muda, provokasi media massa juga bakalan menumbuhkan pengaruh kepada individu dan juga masyarakat yang mengakses opininya. Satu lagi teori yang bisa membuktikan pengaruh dari media massa adalah teori Spiral of Silence alias spiral kebisuan yang dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman bisa menjadi dalil bahwa media massa cukup berpengaruh kepada masyarakat pemirsa atau pembacanya.
Menurut teori ini, individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Itu sebabnya, orang akan mengamati lingkungannya untuk mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer. Jika orang merasakan bahwa pandangannya termasuk di antara yang tidak dominan atau tidak populer, maka ia cenderung kurang berani mengekspresikannya, karena adanya ketakutan akan isolasi tersebut.
Maka nih, jika media massa secara agresif dan getol–apalagi itu dilakukan oleh banyak media–dalam nampilin gambaran tentang prestasi remaja dalam KDIIndonesian Idol atau ajang sejenis, maka pemirsa atau pembaca yang tak ingin terisolasi dari lingkungannya akan melakukan perintah seperti “apa kata media”. Itulah alasan mengapa banyak bacaan dan visualisasi tentang audisi jadi seleb, dalam kasus ini, menjadi terus marak dan mendapat sambutan antusias dari masyarakat secara luas. Meski tentu tak semua bisa terpengaruh memang. Tapi kita melihat dampak yang nyata secara umum. Betul? dan Siapa mau ikut ke surga?
Jika ditanyakan kepada manusia, pilih surga atau neraka? Dengan pengetahuan yang seadanya, dengan bekal info minim bahwa surga itu nikmat dan neraka itu menyeramkan, maka dengan lantang pasti akan memilih surga. Tapi, tahukah kita bahwa jalan menuju surga itu sulit dan jalan menuju neraka begitu mudah?
Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Ketika Allah menciptakan surga, Dia berfirman kepada Jibril, `Pergi dan lihatlah (surga itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. Jibril kembali seraya berkata, `Tuhanku, demi keperkasaanMu, tidak seorang pun mendengar (tentang surga itu) kecuali dia (ingin) memasukinya’. Kemudian Allah Swt. mengelilingi (surga) dengan kesulitan-kesulitan (untuk mencapainya) dan berfirman kepada Jibril, `Wahai Jibril! Pergi (lalu) lihatlah (surga itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, `Tuhanku, demi keperkasaanMu, sungguh aku khawatir tidak seorang pun yang (dapat) memasukinya’.” Rasulullah saw. juga bersabda: “Tatkala Allah Ta’ala menciptakan neraka, Dia berfirman, `Wahai Jibril! Pergi (lalu) lihatlah (neraka itu)’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. (Jibril) kembali seraya berkata, `Wahai Tuhanku, demi keperkasaanMu dan kemuliaanMu, tidak seorang pun mendengar (tentang neraka itu) kecuai ia tidak berkeinginan untuk memasukinya’. Kemudian Allah Swt. mengelilingi (neraka itu) dengan keinginan-keinginan syahwati dan berfirman kepada Jibril, `Wahai Jibril! Pergi dan lihatlah neraka itu’. Jibril pun pergi untuk melihatnya. Kemudian ia kembali dan berkata, `Wahai Tuhanku, demi keperkasaanMu dan kemualiaanMu, sungguh aku khawatir bahwa tidak akan tersisa seorang pun kecuali akan memasukinya’.” (Dalam penjelasan kitab Sunan Abu Daud, hlm. 13-14)
Surga dan neraka adalah ibarat ganjaran bagi orang yang lulus ujian (semacam audisi kali ye?). Oya, perlu ditekankan bahwa hidup di dunia ini setiap detiknya adalah ujian. Ujian yang hasilnya akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah kelak di akhirat. Itu artinya, setiap hari kita harus menerima dan mengatasi berbagai ujian yang diberikan oleh Allah Swt.
Jangan bayangkan bahwa ujian selalu hal yang pasti sulit dan menderita, adakalanya ujian yang diberikan Allah Ta’ala justru kita rasakan sebagai nikmat dan istimewa. Memang benar, ujian yang mendera kita berupa rasa sakit dan kesulitan ekonomi seringkali membuat kita harus lebih banyak bersabar dan berdoa untuk tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan dan kekafiran. Tapi, jangan bayangkan pula jika kita diberikan kesehatan, kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan adalah semata sebagai kebahagiaan, karena sejatinya itu juga merupakan ujian dari Allah. Sebab, siapa tahu sehat tapi nggak bersyukur kepada Allah Swt., kaya raya tapi kikir, tenar tapi merendahkan orang lain, berkuasa tapi dzalim. Iya nggak?
Ini kian meneguhkan bahwa selama kita masih hidup, ujian akan datang menghampiri kita selama itu. Karena hidup itu sendiri adalah ujian. Tinggal bagaimana kita menyikapinya dan menjadikan kehidupan ini lebih bermakna berlandaskan keimanan kepada Allah Swt. Dzat yang telah menciptakan kita dan seluruh alam ini, termasuk surga dan neraka. Oke Bro, pertanyaannya sekarang, ada yang mau ikut audisi penghuni surga nggak? Kalu mau ikut audisi penghuni surga, maka dalam setiap kehidupan kita pastikan selalu dalam koridor syariat Allah Swt., yakni Islam. Bukan yang lain. Landasan berbuat kita adalah halal-haram menurut ajaran Islam. Penilaian kita terhadap suatu perbuatan apakah baik-buruk atau terpuji-tercela juga wajib mengikuti aturan baku yang ditetapkan Islam. Bukan yang lain. Tolong dicatet baik-baik ye. Makasih.
Sobat, syaratnya insya Allah mudah saja kalo pengen berhasil dalam `audisi’ penghuni surga. Pertama, beriman kepada Allah Swt. Kedua, berilmu agar bisa membedakan mana yang salah dan benar—baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketiga, beramal baik. Keempat berdakwah, yakni melakukan amar ma’ruf (mengajak kebaikan) sekaligus nahyi munkar (melarang kemungkaran) baik melalui lisan maupun tulisan dan sarana lainnya. Kelima, ikhlas dalam setiap amal kita. Itu aja dulu ye. Oke deh, semoga kita menjadi para penghuni surgaNya kelak. Yuk, mulai sekarang kita cintai Islam, pelajari, pahami, dan amalkan ajarannya. Jangan lupa semarakkan syiarnya dengan dakwah. Jangan kalah dengan syiar yang miskin manfaat apalagi syiar yang udah jelas maksiat kepada Allah Swt. Hidup kita di dunia ini cuma sekali dan sementara pula, Bro. Waktu kita makin berkurang setiap detik, maka mari berlomba dalam kebaikan untuk mendapat ridhoNya. Siap?
Sumber : Erva Kurniawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar